Senin, 01 Agustus 2016

4 Tradisi Penanda Kedewasaan Unik di Indonesia

sumber: http://terselubung.in/4-tradisi-penanda-kedewasaan-unik-di-indonesia/3/

1. Sorongi’is


Di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kabupaten Nagekeo, ada sebuah suku bernama Dhawe yang memiliki adat khusus ketika seseorang di dalam sukunya sudah beranjak dewasa. Ritual yang harus dilakukan sebagai penanda kedewasaan di Suku Dhawe dilakukan dengan cara memotong gigi atau yang dikenal dengan nama Sorongi’is.
Sorongi’is dilakukan dengan cara menancapkan batu asah kecil ke gigi orang yang melakukan ritual tersebut. Setelah tertancap, batu asah tersebut digosok-gosok secara berulang kali. Walaupun membuat orang yang bersangkutan ngilu, namun ritual tidak boleh dihentikan sampai selesai. Untuk menghilangkan ngilu, sudah disiapkan ramuan khusus dari buah pinang yang dipercaya dapat mengurangi rasa sakit pada gigi itu.

2. Kerik Gigi


Hampir sama dengan Suku Dhawe di Nusa Tenggara Timur, Suku Mentawai di Sumatera Barat juga memiliki tradisi hampir sama untuk menandai kedewasaan seseorang, khususnya para wanita. Di suku ini, seseorang wanita yang dianggap beranjak dewasa harus mengikuti ritual kerik gigi.
Bagi yang mengikuti ritual ini, maka diharapkan dapat menahan rasa sakit yang teramat sangat karena prosesnya tidak menggunakan obat bius sama sekali. Pada umumnya, untuk membuat gigi menjadi runcing, digunakan alat seperti besi, batu atau kayu. Selain tato pada tubuh, dengan meruncingkan gigi maka wanita di Suku Mentawai percaya bahwa aura kecantikan mereka semakin bersinar.
3. Penamou

Di Suku Naulu yang berada di Petuanan Negeri, Dusun Bonara, Kecamatan Seram Utara, Pulau Seram, memiliki tradisi khusus sebagai penanda jenjang kedewasaan seseorang dalam sukunya. Tradisi yang dinamakan Penamou tersebut hanya dilakukan oleh wanita saja, khususnya yang sudah datang bulan.
Penamou dilakukan dengan cara mengasingkan seseorang yang sudah dianggap dewasa di dalam sebuah rumah khusus berukuran kecil (2 x 2 meter) dan tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan dunia sekitar atau siapa saja. Bahkan rumah tersebut terlarang bagi laki-laki, walaupun hanya sekadar melewatinya saja.

4. Fahombo


Disebut juga dengan nama “Lompat Batu,” Fahombo merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Pulau Nias. Fahombo ini hanya dilakukan oleh para lelaki yang sudah cukup umur dan ingin dianggap sudah dewasa.
Jika seorang laki-laki yang ingin memperoleh predikat sebagai pria dewasa, maka dia harus melakukan Fahombo atau melompati batu dengan ketinggian tertentu. Pada zaman dahulu, tradisi ini dilakukan agar orang yang bersangkutan dapat menjadi prajurit yang bertugas untuk mengamankan desa atau sebagai tentara ketika terjadi konflik dengan warga dari daerah lain.
Dikarenakan sekarang ini sudah tidak ada perang, maka Fahombo digunakan sebagai pertunjukkan untuk menyambut tamu dan sebagai obyek wisata andalan dari Pulau Nias.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar