Jumat, 18 November 2016

Bahagia Gak Harus Banyak Uang

Jek sahabatku, orang yang selalu mengarungi berbagai macam hari bersamaku. Dari hari masuk sekolah, hari libur, hari banyak uang transfer, hari ngutang di warteg langganan, dan hari-hari lainnya yang selalu menyuguhkan cerita.
Perkenalkan, namaku Iyan, sudah merantau sejak masuk kelas 1 SMK di Bandung, penikmat lagu Rock, dan menjalani hidup Rock N Roll (Aku percaya begitu). Lalu si Jek, sahabatku, dia juga sama, merantau untuk mengambil ilmu sepertiku. Dia awalnya pendiam, hobinya mendengarkan lagu slow barat, tapi setelah satu kost bersamaku, aku ajarkan bagaimana menikmati hidup tanpa perlu sekarung uang.
Malam itu, empat menit sebelum tepat pukul sembilan malam, aku berjalan bersama Jek menyusuri jalanan komplek menuju tempat Kost kami, sehabis pesta teh manis tanpa alkohol dan pengawet buatan di Kostan temanku. Tak seperti biasanya, jalanan sepi seperti tanpa penghuni.
“Jek tumben sepi jalan, kemana tukang tambal ban?” Tanyaku pada si Jek, yang dari tadi jalan sambil nunduk.
“Iya, tumben, mereka sembunyi dari Jhombi, Yan,” jawab si Jek, yang mungkin maksudnya Zombie.
“Mungkin, Jek. Aku juga tadi jam 6 ketemu Zombie di kamar mandi, dia gak pake baju,”
“Wah, serius, Yan? Tadi kan yang di kamar mandi… Aku!!? Ahhh sialan kau, Yan!!” Kata si Jek, sambil mengejarku.
“Iya, kamu, Jhombi Zomblo,” balasku sambil berlari.
Setelah kami saling berlari, ala balap marathon, aku dan si Jek istirahat di suatu Masjid. Disana ada pak Wardi, pak Hamid, dan satu lagi aku gak tau siapa namanya. Mereka sedang mengobrol setelah selesai mengadakan pengajian rutin di lingkungan RT setempat. Timbul keinginanku untuk masuk ke dalam Masjid, tentu aku ajak si Jek agar menemaniku, dan dia mau melakukannya.
Sebelum masuk, kami mengambil dulu air wudhu untuk menyucikan diri.
“Assalamu alaikum,” ucap salamku saat masuk Masjid.
“Waalaikum salam,” jawab bapak-bapak yang sedang asik ngobrol.
Aku langsung menunaikan sholat Isya, yang kebetulan aku belum melaksanakannya. Setelah selesai sholat dan berdoa, aku langsung melirik ke-arah Kotak Amal.
“Pak, boleh saya minjem kotak amal?” Tanyaku pada pak Hamid.
“Buat apa? Itu gak ada uangnya,”
“Gak papa, pak, saya minjem sebentar,”
“Ya, silakan, asal jangan dibawa pulang, gak ada lagi,” kata pak Hamid.
Aku langsung mengambil kotak amal, dan menempelkan mulut di bagian lubang untuk memasukan uang. Itu membuat bapak-bapak dan si Jek bingung, kenapa aku melakukan hal itu!!?
“Yan, kamu ngapain?” Tanya pak Wardi padaku.
“Iya, Yan, ngapain? Cewek masih banyak, Yan, jangan nyiumin Kotak Amal, Dinda juga masih mau sama kamu!!” Sambung si Jek.
“Ehh, jangan si Dinda mah, harus diseleksi kalo si Iyan mau jadi pacar Dinda,” protes pak Wardi.
“Hehehe, aku mah gak diseleksi, Yan,” jawab si Jek.
Kamu mau tau? Dinda itu anak pak Wardi, dan pak Wardi adalah bapak kost aku sama si Jek, tapi kami lebih senang menyebutnya “Bapak Mertua”.
“Kamu abis ngapain, Yan?” Tanya pak Wardi saat aku selesai menempelkan mulutku pada Kotak Amal.
“Saya abis nyumbang doa, pak. Tadinya pengen nyumbang uang, tapi gak ada, yaudah doa aja,” jawabku.
“Kan doa mah gak perlu gitu juga bisa, Yan!! Euh kamu mah bikin cemas orang aja,” tegur pak Wardi.
“Heheh, gak papa pak, nanti kalo dibuka, tinggal bapak hitung ya, Assalamu alaikum, pak,” kataku sambil pamit pergi keluar Masjid.
Si Jek tertawa mengingat kejadian itu, karena dia sudah cemas takut aku kerasukan jin di Masjid.
Sekarang giliran ide gila si Jek. Di perjalanan, dia menulis surat di selembar kertas, lalu dia pegang sambil berjalan.
“Surat apa itu, Jek?” Tanyaku.
“Gak papa. Yan, bikin onar ah, kita memanaskan suasana malam,” jawab si Jek sekaligus mengajakku beraksi.
“Okey, kemon, tapi ngapain?” Aku terima ajakan si Jek.
“Sini, Yan,” kata si Jek, menghampiri sebuah rumah yang gak ada CCTV nya sambil membawa batu kerikil.
“Buat apa bawa batu? Kamu kebelet?” Tanyaku pada si Jek
“Buat nahan kertas. Yan, aku nanti nyimpen kertas ini, terus kamu matiin KWhnya, kalo udah, kita sembunyi di belakang pohon,” perintah si Jek padaku.
“Oh gitu, siap lah, emang apa itu tulisannya!?” Tanyaku penasaran.
“Nanti aja liat.”
Setelah semua rencana berjalan lancar, dari dalam rumah itu keluar seorang lelaki, langsung menyalakan lampu, dan membaca surat yang ada di atas keset sambil tertawa. Aku dan si Jek memantaunya dari belakang pohon di seberang jalan. Si Jek, tertawa kecil.
Saat pemilik rumah masuk, aku membawa kembali surat si Jek yang diletakan dilantai. Setelah aku baca, si Jek menulis surat seperti ini:
“Jika anda ingin kaya raya? Maka Bekerjalah!! Tapi jika ingin kaya dengan sedikit cepat, maka sumbanglah anak Kost yang belum ditransfer. Jika anda gak sempat ngasih secara langsung, simpanlah uangnya di pohon, nanti kami ambil.. Tertanda, anak kost.”
Itulah isi surat si Jek, yang membuat kami bisa tertawa sepanjang jalan. Dan itulah kisah kami malam ini, tertawa tanpa uang dan alkohol, sambil berharap esok hari, di pohon ada sedikit rezeki dari Allah S.W.T aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar