Sabtu, 19 November 2016
Perjalanan Jomblo Cilacap
“Mijon, mijon, mijon… Qua, qua, qua..” Teriak penjual asongan yang baru naik bis jurusan Karangpucung-Cilacap. Aku yang baru saja terlelap langsung terjaga karena suaranya yang nyaring tak ada merdunya sama sekali. “Qua Mbak.” Lelaki paruh baya itu menyodorkan sebotol minuman dingin ke arahku. Aku yang setengah jengkel langsung merogoh kantong celana mencari uang kecil kembalian ojeg tadi. “Terima kasih Mbak, semoga selamat sampai tujuan,” tutur penjual asongan itu sambil membaca tulisan yang ada di kaca mobil. Aku hanya membalas dengan senyum malas.
Sepertinya aku akan melanjutkan tidur yang tertunda, memeluk botol minuman yang ku imajinasikan sebagai lengan sang kekasih. Ya, inilah salah satu akibat kelamaan jomblo. Aku mendengus dalam hati. Duk… “Aaww…,” teriakku saat kepala seakan ditarik dan dipaksa keningku mencium sandaran kursi depan. Bis berderit, penumpang panik sampai ada yang mengeluarkan umpatan. “Woy pir, hati-hati dong kalau ngerem jangan dadakan istri gue lagi hamil besar nih,” teriak penumpang di belakang. Aku membayangkan wajah panik si bapak yang istrinya hamil itu sambil mengelus perut sang istri. Refleks tanganku mengelus perut, dengan mata terpejam seperti menghayati.
“Mbak lapar?” sapa lelaki di sampingku.
“Eh anu apa ya?” Aku menjawabnya gelagapan. Dan, saat melihat pemilik suara itu Yaa Salam ganteng sekali, wajahnya mulus tanpa jerawat tidak seperti aku yang seakan jerawat tumbuh subur ketika tamu bulanan datang seperti saat ini. Hidungnya mancung, rahangnya tegas, dan kulitnya putih. Serta satu lagi, dia berkacamata. Duh Gusti, ini idaman sekali. Sepertinya saat Tuhan menciptakannya Tuhan sedang tersenyum. Dan aku merona.
“Iya pir, hati-hati dong aku belum kawin dan masih jomblo tahu, hargai hak hidup para jomblo dong.” Aku langsung menoleh ke sumber suara. Lelaki tinggi kurus dengan tas ransel yang digendong di depan salah tingkah saat aku melihatnya. Dia menunduk malu, sambil menggaruk-garuk kepala yang aku rasa tidak gatal. Aku hanya mengernyitkan dahi membuat alisku bertaut.
“Syukurlah masih ada jomblo di bus ini,” ucapku pelan, yang aku yakini hanya aku saja yang mendengar.
“Em kenapa Mbak?”
“Eh apa emang tadi aku ngomong apaan ya…” Aku salah tingkah, menunduk malu tak berani melihat. Takut kalau dia melihat wajahku yang seperti kepiting rebus. Lelaki itu kemudian menyodorkan roti. Aku memberanikan diri untuk kembali melihat maha karya Tuhan.
“Oh whaaat!” Aku kaget melihat pemandangan yang di luar dugaan. Ini mimpi atau tadi yang mimpi?
“Kenapa Mbak, tidak suka roti?”
“Bukan itu, tapi… Kenapa berubah, lelaki yang tadi ke mana?” tanyaku kaget dan hampir tidak percaya dengan apa yang baru aku lihat.
“Lelaki mana Mbak, sedari tadi saya di sini dan tidak ke mana-mana.” Dia seakan kebingungan dengan pertanyaanku. Ya Tuhan inikah salah satu akibat dari kelamaan jomblo? Aku mengerjap-ngerjap mata sambil memijat keningku yang tidak sakit.
“Mbak sakit, pusing?” tanyanya sok perhatian.
“Oh tidak apa-apa,” jawabku lemas.
“Oh syukurlah, ini rotinya silahkan dimakan saya mau turun di depan, Mbak hati-hati di jalan semoga kita bertemu lagi ya.” celotehnya panjang penuh harap sambil mengerlingkan matanya yang berbingkai dan menyunggingkan senyum memamerkan gigi taringnya yang tanggal satu alias ompong. Aku hanya mengangguk tanpa minat. Memasukkan roti ke dalam tas dan kemudian meneguk air mineral. Ah ternyata aku kurang minum hingga hilang fokus dan berimajinasi terlalu tinggi tentang lelaki tua, ompong dan keganjenan itu. Oh arjunaku kapan kau menjadi nyata, tidakkah kau lelah terus hidup dalam dunia fantasiku, Tuhan maafkan aku yang terlalu lama menjomblo ini. Aamiin.
Masih setengah perjalanan lagi untuk sampai di kota kelahiranku, Cilacap. Aku memutuskan untuk tidur, semoga tidak ada gangguan lagi. Dan aku berjanji siapa pun yang mengganggu tidurku tidak akan aku jadikan saudara apalagi pacar! Hujan di luar membuat aku semakin cepat saja menjemput lelapku, tidur.
“Maaf Mbak kursi di sebelahnya kosong kah?” Sayup-sayup aku mendengar suara yang entah ditujukan kepada siapa. Aku tak mengindahkannya, melanjutkan mimpi bertemu ular-ular yang mengitari langkahku.
“Mba, Mbak…”
Illahi Rabbi kesal sekali rasanya setiap tidurku selalu diganggu, aku mengambil tas yang ku simpan di kursi sebelah tanpa membuka mata kemudian memeluknya. Mimpiku buyar, ular-ular itu pergi. Aku melirik ke arah jendela memastikan apakah hujan masih setia ataukah telah berlalu seperti ular-ular dalam mimpiku yang kata orangtua dulu adalah lambang jodoh. Ah ya, maklum kelamaan jomblo jadi mimpi apa pun selalu dikaitkan dan aku suka mimpi barusan. Mata kita beradu, mata yang sangat bening dan meneduhkan. Lebih dari imajinasi pertamaku, seperti Aristokrat!
Dia tersenyum, dan wow! Aku seperti diterbangkan menuju surga imitasi. Karena kalau surga yang asli aku harus mati dulu dan iya kalau masuk surga, lah kalau masuknya ke neraka bagaimana? Ah Ya Allah jauhkan hambaMu ini dari siksa neraka, aamiin. Aku langsung membuka air mineralku dan meminumnya lebih banyak dari sebelumnya. Takut kalau aku gagal fokus lagi. Aku memberanikan diri melihat ke samping kiri dan Ya Tuhan ini benar-benar salah satu ciptaanMu yang indah dan jarang sekali ku temukan. Seperti aktor Korea Lee Min Leho eh maksudnya Lee Min Ho. Matanya terpejam, walau aku melihat hanya dari samping sepertinya dia tersenyum.
Pipiku merona saat aku mengaitkan mimpi barusan dan lelaki di sampingku. Mungkin jodoh! Aku senyum-senyum sendiri, sebelum senyum itu pudar saat aku mengingat janjiku tadi. Aku menggigit bibir, dan menoleh ke arahnya. Sambil berdoa dalam hati, “Ya Tuhan bolehkahaku mencabut janjiku? Ini terlalu ganteng untuk dilewatkan, lihatlah senyum dalam lelapnya menenteramkan sekali. Jadi hamba minta Tuhan semoga Engkau menjodohkan kami, aamiin.” Doa yang terlalu pe-de. Ah siapa tahu Tuhan mengabulkan doa sang jomblo bulukan ini. Berharap dia terjaga dan memulai obrolan sampai akhirnya dia meminta kontak yang bisa dihubungi. Yihaaa… Aku berkahayal lagi!
The End
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar