Hari hampir senja, matahari mulai malu-malu menutup diri di ufuk barat. Seorang cowok remaja belia terlihat sedang berlari-lari berjuang untuk menyelamatkan diri. Guk guk guk! Anjing-anjing itu menyalak dan mengejar cowok remaja itu. Dia lari terpontang-panting dan teriak-teriak minta tolong. Sudah yang keenam kalinya dia diserang anjing di sepanjang jalan Suweta Ubud Bali ini. Bukan anjing liar, karena ada pemiliknya. Bahkan terkadang anjing herder milik bule. (ini Bali bro!). Aneh! Kalau pada wisatawan dari luar negeri anjingnya tidak menyalak, tapi aku yang domestik dikejar-kejar sampai titik darah penghabisan. Dasar anjing mata duitan! Tahu orang kaya tidak menyalak, aku yang liburan sekolah malah diserbu mirip musuh… Batin cowok gaul itu.
Cowok itu mengenakan tas ransel kecil di punggungnya. Memakai sepatu sport hijau muda bergaris putih, celana jeans biru merek terkenal, dan kaus putih bertuliskan ‘Cerpenmu Dot Com’ di dadanya. Jika berjalan dia selalu membusungkan dada agar tulisannya bisa terlihat oleh turis-turis asing dari manca negara. Rambutnya yang cepak ditutupi oleh topi warna hitam. Cowok itu bernama Satria Mahesa Sakti, atau biasa dipanggil Satria gak pake aja! Satria nikung ke kanan dan memasuki sebuah gang kecil, tujuannya adalah ke Monkey Forest.
Ternyata gang itu buntu. Dia menyesal memasuki gang ini, lalu balik badan untuk kembali ke jalan yang benar. Tapi… empat ekor anjing sudah berdiri menghadang di pintu gang dan siap-siap berlari ke arahnya. Ada yang berwarna hitam, putih, cokelat, dan tutul-tutul. Guk guk guk! Anjing-anjing itu menyerbu Satria secara kompak dan bersamaan. Satria yang berdiri gemetaran, hanya bisa komat-kamit sambil berharap keajaiban akan datang. Tolooooonnggg!! Teriakan Satria menggema seantero desa adat Ubud Bali. Dan akhirnya, Satria… (Sensor! gak layak tulis! Tokoh utama kok sial terus.)
—
Satria ada di sebuah kafe di sekitar perempatan Ubud Palace. Dia memilih tempat itu karena pengunjungnya rame banget. Hampir semuanya wisatawan bule, beberapa orang saja yang terlihat dari Korea atau Jepang. Kalau tempatnya rame begini pasti masakannya enak dan murah pikirnya. Dia ambil menu di meja, dia baca satu per satu isinya. IDR 650 ribu, IDR 400 ribu, IDR 300 ribu, Satria terperanjat tapi pura-pura sudah terbiasa. Dia memesan makanan paling murah yaitu bebek cryspy + air putih IDR 125 ribu. Rasain lu! Tapi ada tiga orang cewek belia mendatanginya. Dia dari Australia. Namanya Amanda, Rachel, dan Gloria. Masih SMP di negaranya sana. Klop dah! Satria ingin lancar berbahasa Inggris dan mereka juga ingin lancar berbahasa Indonesia. Sebab di sekolahnya sana ada ekskul Bahasa Indonesia loh! Hebat kan? Dan Pengajarnya orang Indonesia, katanya. Ada juga sebuah perguruan tinggi yang membuka jurusan bahasa Indonesia di sana. Wah wah wah!
Tak terasa malam semakin larut. Satria berjalan menyusuri trotoar jalan raya Campuhan. Semakin malam jalanan ini malah semakin ramai oleh wisatawan. Satria gagal ke Monkey Forest gara-gara digigit anjing tadi siang. Dia harus berbaring berjam-jam di Puskesmas dan disuntik anti rabies. Satria sedang berpikir mencari penginapan untuk tidur malam ini. Pandangannya tertuju ke sebuah hotel yang berbentuk sangat unik. Resepsionis mengatakan harga sewa kamar per malam IDR 1,5 juta sampai IDR 4,5 juta. Satria membatalkan niatnya untuk bermalam di sana. Sebab tabungannya di ATM sekitar tinggal 3 jutaan. Itu pun dia kumpulkan dalam jangka waktu enam bulan dari uang sakunya di sekolah.
Satria duduk di pojok dekat Museum Blanco. Tempatnya remang-remang dan agak sepi. Dia masih berpikir untuk mencari tempat penginapan yang murah. Tiba-tiba saja berhenti sebuah mobil bertuliskan Satpol PP. Orang-orang kekar berseragam hijau tua turun dari atas mobil dan langsung menangkap Satria. “Ayo naik! Naik!” teriak orang-orang itu. Satria naik ke atas mobil, diikuti empat pengemis dan gelandangan di belakangnya. Ternyata di belakang Satria duduk tadi ada empat pengemis dan gelandangan di situ. Satria dibawa ke kantor Satpol PP. Diinterogasi dan hampir dikirim ke panti sosial. Untung punya kartu pelajar SMA Masa Depan. Satria disuruh pergi, tapi tak mau pergi. Dia numpang nginap di sana, mumpung gratis pikirnya! Satria tidur di bangku ruang tunggu. Zzzz…
—
Hari kedua Satria sempat menikmati Kecak Dance di Puri Agung, penontonnya full. Harga tiket cuma IDR 100 ribu. Hari ketiga ke Museum Blanco, museum lukisan kelas dunia. Harga tiket IDR 30 ribu untuk domestik, IDR 50 ribu untuk wisatawan asing. Hari keempat akhirnya bisa ke Monkey Forest, tempat monyet berkeliaran bebas. Satria harus merelakan topi dan kaca matanya diambil monyet, dan dibawa pergi entah ke mana. Selama empat hari ini Satria diberi tumpangan gratis oleh salah satu petugas Satpol PP yang berbaik hati padanya. Bahkan diantar ke tempat-tempat wisata tersebut. Sebenarnya masih banyak tempat wisata lain yang belum dikunjungi, tapi Satria harus pulang karena sebentar lagi harus masuk sekolah.
Satu yang diingat Satria saat menginap di rumah petugas Satpol PP adalah putrinya. Cantik bro! Kelas 3 SMP. Sampai terbawa dalam mimpi! (Huss! Masih sekolah gak boleh pacaran!). Emang kenapa? Satria protes. (Ya gak boleh!). Urusannya apa? (kalau gak boleh ya gak boleh!). Kamu ngajak berkelahi ya? (Ayo!). Akhirnya penulis dan Satria berkelahi. -Jangan ditiru ya! berkelahi itu tidak baik. Kami cuma bohongan aja! Lagian, Satria itu tidak suka berkelahi kok! Kami baik-baik saja hehe- Akhirnya Satria melambaikan tangannya pada Pulau Bali dan Para Pembaca dengan tersenyum manis, da daaa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar