Sabtu, 19 November 2016

Trio Kocak


“Imam! Imam! Imam!” seru seorang anak yang tengah memanggil temannya sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah Imam.
“Eh, kamu Men! Ada apaan?” sahut Imam setelah membuka pintu rumahnya yang sedari tadi diketuk oleh Arman.
“Main kelereng, yuk!” ajak Arman sambil memperlihatkan koleksi kelerengnya kepada Imam.
“Kamu nantangin nih ceritanya.” sahut Imam.
“Iya. Gue masih belum nyerah setelah loe ngalahin gue kemarin. Gimana? Mau nggak?” tanya Arman tampak menantang.
“Oke! Aku terima tantangan kamu.” jawab Imam pasti.
Setelah itu, kedua anak yang masih berumur 9 tahun tersebut melangkah pergi untuk mencari lahan kosong yang akan mereka jadikan sebagai arena permainan kelereng mereka.
“Mam! Gimana kalo kita panggil Adi dulu biar lengkap rasanya.” kata Arman tiba-tiba sambil terus melangkah.
“Oke! Kalau begitu, ayo kita ke rumah si Adi.” sahut Imam setuju.
Sesampainya di rumah Adi…
“Adi! Adi! Adi! Main kelereng, yuk! Liat nih gue bawa kelereng yang banyak. Siapa tahu loe yang bakal jadi pemilik semua kelereng gue nanti.” seru Arman membuat iming-iming menggiurkan untuk Adi.
“Mana kelereng loe? Coba gue lihat.” sahut Adi yang baru saja keluar karena tergiurkan oleh kelereng Arman yang banyak.
“Nih, loe liat aja sendiri. Gimana? Loe mau nggak?” sementara itu Adi sedang berpikir.
“Oke. Kalau loe nggak mau, biar gue sama Imam aja.” lanjut Arman.
“Baiklah! Kalau loe sampai kalah lagi, jangan salahin gue.” sahut Adi tampak yakin.
“Oke!” jawab Arman meyakinkan.
Kemudian, ketiga anak yang masih menduduki bangku Sekolah Dasar tersebut melangkah menuju lapangan kosong di sekitar desa yang dekat dengan musala. Beberapa menit melangkahkan kaki, mereka bertiga akhirnya sampai di lapangan tersebut.
“Kalau begitu. Gue bikin segi empat dulu.” kata Arman seraya menggambar sebuah persegi empat untuk menaruh kelereng taruhan mereka.
“Sip! Sudah jadi! Ayo pasang, taruhannya pakai satu aja dulu.” lanjut Arman. Lalu Imam dan Adi segera meletakkan kelereng taruhan mereka di dalam garis-garis segi empat yang telah dibuat tersebut.
Kemudian, mereka bertiga melakukan lemparan menggunakan “katuq” mereka masing-masing. Katuq adalah sebuah kelereng yang mereka pakai untuk menembak kelereng lainnya yang berada di garis-garis persegi empat. Lemparan pertama adalah sebuah undian untuk menentukan siapa yang akan menjadi penembak pertama. Jika salah satu katuq berada paling dekat dengan garis persegi empat, maka pemilik katuq yang akan menjadi penembak pertama.
“Asik! Gue yang pertama!” seru Arman kegirangan.
“Yah, gue kedua.” kata Adi tampak lemas.
Sementara itu, Imam hanya terdiam tak berkata apa-apa. Ia terdiam bukan karena pasrah, tapi karena memikirkan sesuatu untuk berbuat curang.
“Tunggu!” seru Imam seraya menghentikan Arman untuk menembak.
“Ada apa?” tanya Arman tampak bingung.
“Liat! Kelerengnya kurang! Bagiii!!!” seru Imam seraya berlari menuju kumpulan kelereng itu lalu mengambil beberapa kelereng. Imam saat itu mendapatkan dua buah kelereng, dan satu kelereng untuk Arman. Akan tetapi, Adi yang tidak mendapatkan apa-apa, lantas jadi marah besar karena ulah Imam.
“Woiii!!! Loe curang, Mam!” bentak Adi kepada Imam.
“Curang apaan maksud kamu, Di?” tanya Imam pura-pura tak mengerti.
“Gue lihat tidak ada yang kurang sama kelerengnya. Itu cuma akal-akalan loe aja, kan? Dasar tukang curang!” kata Adi memaki.
“Apa kamu bilang?!” Imam tampak sangat marah, lalu Imam meraih kerah baju Adi.
“Woi! Tunggu! Jangan berkelahi, dong,” seru Arman sambil menghentikan Imam dan Adi, serta menjauhkan keduanya.
“Kalau kayak begini, gimana kalau kita ulang saja.” lanjut Arman.
“Oke!” Imam dan Adi serentak.
Beberapa saat kemudian, ketiganya kembali melakukan lemparan pertama.
“Kelerengnya kurang! Bagi!!!” seru Imam lagi seraya mengambil semua kelereng tersebut tanpa sisa, kemudian berlari sejauh mungkin. Adi yang tengah melihat kelakuan Imam, akhirnya bertekad untuk menantang Imam berkelahi.
Beberapa jam kemudian, Arman tampak sedang sendiri dengan wajahnya yang pucat. “Aduh! Perut gue sakit banget! Mules!” gumam Arman lalu berjalan menuju sebuah WC yang ada di dalam musholla. Namun sesampainya di sana, ternyata ada seorang kakek-kakek yang sedang memakai WC tersebut.
Wc tersebut masih sangat sederhana dan tidak memiliki atap. Untuk mengisi airnya-pun harus terlebih dahulu menimba di sumur, dan memasukkannya melalui paralon yang terhubung ke Wc tersebut. Beberapa saat menunggu, kakek tersebut belum juga keluar. Arman yang sudah kebelet dari tadi, akhirnya mendapatkan ide cemerlang ketika melihat Adi yang sedang geram karena Imam.
“Adi!” seru Arman.
“Apaan loe?” sahut Adi tampak kesal.
“Eh, loe mau tahu nggak dimana si Imam?” tanya Arman.
“Emang dia dimana? Cepet bilang, Men!” sahut Adi tampak senang dengan wajah liciknya.
“Tuh, disana! Dia sedang berak, Di.” jawab Arman tersenyum penuh kebusukan.
“Hahaha. Thank you, Men. Sekarang, mau kemana loe Mam. Bakal gue kerjain loe abis-abisan.” kata Adi tersenyum jahat.
Setelah itu, Adi menuju tempat yang ditunjuk oleh Arman yang tak lain adalah Wc musholla tersebut. “Hahaha. Sebentar lagi gue bisa berak dengan tenang.” batin Arman.
Adi yang telah sampai di Wc tersebut, segera mengambil beberapa ember air. “Sekarang, mampus loe, Mam!” kata Adi dalam hati. Adi yang sudah siap dengan ember berisi airnya pun segera melempar air itu ke Wc yang tak beratap tersebut. Kakek tua yang sedang asik menikmati kesendiriannya sambil merok*k, akhirnya terkejut dan basah kuyup. Adi lalu naik ke tembok Wc yang belum terpasang atap itu, “Mampus l…” belum sempat Adi melanjutkan perkataannya, ia lalu turun dan berlari sekuat tenaga karena melihat yang ada di dalam Wc tersebut bukanlah Imam, melainkan kakek tetangganya. Sang kakek juga ikut keluar lalu mengejar Adi yang tengah berlari ketakutan. “Anak setan! Kurang ajar! Berhenti loe!” teriak sang kakek sambil berlari penuh emosi.
Sementara itu, Arman yang sudah tidak tahan menahan perutnya yang terasa mulas, akhirnya dapat masuk ke wc tersebut dengan cara yang licik.
SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar