Bruuuuutt… terdengar samar di telingaku. Ku lihat di sekitarku tampak acuh dan damai. Apakah hanya aku yang mendengarnya? Udaranya mulai merambat, sedikit demi sedikit bau yang tercium seperti Zombie habis jogging ,semakin menusuk hingga batang hidungku mengempes. Kecurigaanku mulai muncul bahwa yang barusan kentut tadi adalah Joni teman sekelasku yang duduk di barisan depan. Memang ia patut dicurigai karena Joni setiap pergi ke sekolah jarang mandi dan sikat gigi kata mantan pacarnya Joni yang hanya berpacaran kurang lebih 3 hari. Tapi itu hanya kecurigaanku yang terpendam, karena Joni adalah murid yang bertubuh besar dan banyak siswa yang takut kepadanya aku pun dengan rasa bodoh takut kepadanya. Tak sebanding dengannya, aku hanya bocah kelas 6 SD yang bertubuh kurus seperti Ade Rai khayalanku kalau lagi pelajaran penjas. Aku melanjutkan pelajaranku dengan membaca wacana proses terjadinya Tsunami.
Di sela pelafazanku dalam membaca wacana. Diriku masih mencurigai teman dekatku duduk. Aku mulai mencurigai Sendy, teman perempuan yang yang duduk di kanan baris mejaku. Muncul di benakku. Paras yang cantik tak menutup kemungkinan kalau ia tidak bisa kentut sebau ini. Tapi, sekali lagi itu hanya kecurigaan berlatar pro dan kontra karena ia adalah gadis yang diidam-idamkan di sekolah ini. Heemm… aku menggeram seperti para Spy di film tukang bubur naik haji. Bayangkan saja jika dalam satu kelas ini yang berjumlah 20 orang, aku interogasi satu per satu dengan pertanyaan lantang, “Siapa yang barusan kentut?” tanpa terkecuali Joni yang paling jago kalau bahasa Banjar yang artinya ditakuti.
Bruut.. bruut…
Kampret! bunyinya muncul lagi dan terdengar misterius. Ahh, masa pak guru yang kentut kataku di dalam hati yang nyengir entah apa maksudnya. Bruut.. Bruut! Kemudian. Gino ditegur Pak Ahmad mata pelajaran Geografi.
“Gino”!! jangan main mainin kursi, memangnya itu kursi papan jungkat-jungkit apa? ”
“iya Pak… maaf…” Tolehku ke arah Gino yang baru seper detik sekon dimarahi Pak Ahmad karena memainkan kursi yang sudah hampir penyok dan keropos.
“Oh berarti yang tadi bersuara mirip kentut itu hanya kursi yang dijungkat-jungkiti.” Pikirku dengan setengah sadar. Lalu kembali membaca wacana yang tak kunjung selesai.
Lalu bau kentutnya? pikirku seperi orang ling-lung. Hembusan napas dari hidungku ke luar masuk dan seterusnya. Tak sadar tercium kembali bau kentut yang menghantuiku. Aku pun risih sendiri, akhirnya aku bertanya kepada Sendy. “Send! dari tadi kamu mencium aroma bau kentut gak?” kataku di dekatnya dengan nada slow tapi agak mengganggu. “Eemmhhgftgs?! Kamu sudah sikat gigi belum sih? baunya kayak ketek paman jualan somay di depan tahu gak!!” dengan nada yang nyaring sehingga semua siswa di kelasku memperhatikanku dan langsung ngakak gaya lumba-lumba.
“Sudah jangan ribut! benar kamu Beni belum sikat gigi?” tanya Pak Ahmad sedikit nyengir.
“Eeemmm!!” Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ke depan kelas tepatnya ke meja Pak Ahmad kemudian mendekatinya sambil menjawab dengan suara slow slow malu.
“Iya Pak, saya be..lum sikat gigi! tapi saya mohon agar Bapak bilang sama semua siswa kalau saya sebenarnya sudah sikat gigi.”
“Eemm, ya sudah kamu silahkan kembali ke kursimu?” dengan rasa dingin.
Beberapa langkah menuju kursi. Pak Ahmad berkata. “Jadi, anak-anak, Beni ini sebenarnya sudah sikat gigi, tapi, dia tidak pakai pasta gigi!” Semua siswa tanpa terkecuali Pak Ahmad tertawa terbahak-bahak seperti mimpi buruk yang mencekamku. Aku pun lari terbirit-birit dengan rasa malu menuju WC sekolah. Sesampai di wc aku menghela napas. Aku jongkok di atas jamban modern. Kemudian bertanya pada diri sendiri. Apa sebau itu mulutku? Ku tekuk tangan seperti hendak berdoa dan ku hadapkan ke bagian hidung lalu ku hembuskan napasku perlahan sampai tanganku terasa hangat.
“Kamprettt.. jadi ini yang tadi baunya kayak kentut!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar