Jumat, 18 November 2016

Trap On Trip Part 2

Dengan sigap kami sudah bersiap untuk melawan mahluk astral, Toha juga sudah mengeluarkan botol air mineral dari tasnya dan ternyata bayangan putih itu adalah manusia. ealahhh…
Orang itu malah menghampiri kami dan bertanya “kok berhenti disini mas, ada apa?”. ngeselin nggak? jadi orang itu sebenarnya usai mencari rumput, Ia memakai kaos putih dan melajukan motornya di jalan menurun dengan kecepatan tinggi tanpa menyalakan mesin motor, tanpa lampu juga. Karena gelap, orang itu seperti bayangan putih sedang terbang. Lagian, ngarit kok juga jam segini to paklek-paklek, bikin kaget orang aja. Lantas orang itu pergi dan kami melanjutkan perjalanan lagi.
5 km dari tempat kami berhenti tadi, kami mulai masuk kawasan hutan. Wow, tempat ini menyeramkan juga menurutku, jalannya terjal, berliku-liku, menanjak pula. tanpa sengaja Aku melihat 3 orang sedang berdiri di bawah pohon, Aku kira motor mereka mogok, dengan sedikit rasa sombong Aku berteriak “Mogok ya Mas, hehe…” pada 3 orang itu. Aku sendiri bingung kenapa Aku bilang begitu ya. 2 menit kemudian Aku mendapat karma dari perbuatanku itu tadi.
Blebb… blebb… blebbbbb beebbbebebbeb…
Wuaaaaaa… motorku mogok. Gimana ini gimana ini gimana ini, masa’ harus dorong motor di tempat seperti ini. Hiks.. saat itulah bayangan wajah 3 orang tadi seakan muncul di depan mataku. Ternyata karma cepat datangnya ya, dan sayup-sayup terdengar suara bising knalpot dari belakangku. Wennggg… weeennnggg… wwweennggg… Treeeettt… Tang.. tang.. tang.. tanggg…
Buset dah, ternyata rombongan Moto Trail. dan pengendaranya adalah? Tiga orang tadi. Hiks.. Aku kira motor mereka mogok tadi, ternyata mereka hanya sedang beristirahat, dan yang paling mengesalkan adalah: Mereka bertiga menggunakan Moto Trail Mini, meskipun motor mereka kecil tapi saat melintasi tikungan menanjak dengan sudut kemiringan 40 derajat, motor mereka tangguh sekali. Lalu Kubandingkan dengan motorku, motor sebesar ini kalah dengan motornya tuyul itu. Menjengkelkan…
Akhirnya, dengan berat hati Aku mendorong motorku dengan Budi, lantas beristirahat sejenak bersama teman-teman yang lain untuk mendinginkan mesin motor kami. Wah, capek juga ternyata ya.
10 menit kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi karena motorku sepertinya sudah normal kembali dan kali ini dengan kawasan yang berbeda tentunya. Trek kali ini agak menakutkan, jalannya berupa tanah yang licin, kanan ada tebing, kiri ada jurang yang dalam. Kalau terperosok ke jurang itu ya siap-siap saja jadi sate karena di bawahnya penuh dengan pohon pinus. Saat sedang berkonsentrasi memilih jalan yang tidak licin dan menghindari jurang, Aku dikagetkan oleh teriakan Anggik di depanku yang sedang dibonceng oleh soleh
“Mid.. Mid…”. “Eiya, Vegetoz – Betapa Aku mencintaimu” sahutku. “Ehh, bukan tebak lagu lagi, itu ada rombongan yang hilang satu” Anggik menjelaskan. “Lah, masa’ sih?” tanyaku penasaran. Seketika itu juga kami berhenti dan Anggik mulai mengabsen untuk mencari siapa yang hilang:
Anggik: Al iz ada?
Al iz: Ada Pak.
Anggik: Ali ada?
Ali: Hadirrr…
Anggik: Soleh ada?
Soleh: Nek aku ra enek seng mbonceng koen sopo…
Anggik: Oiya, oke-oke… Rendy ada?
Rendy: Siap, ada gan.
Anggik: Budi ada?
Budi: Ada ada aja deh..
Anggik: Arip ada?
Arip: (TAK ADA JAWABAN)
Anggik: Toha ada?
Toha: (TAK ADA JAWABAN)
Anggik: Oke, personil kita udah lengkap, mari kita lanjutkan perjalanan.
Teman-teman: WOOIIII… WOOOIII… WOOOIII… Arip dan Toha Tiada, eh tidak ada maksudnya, kok lanjut-lanjut aja gimana!
Anggik: Lah, Tu, wa, ga, pat, ma, nam, Waaa… Kurang dua orang, Arip dan Toha kemana? bukankah mereka harusnya bukan di urutan terakhir, kok bisa ketinggalan sih.
Soleh: Gimana kalau kita tunggu sebentar, kalau 5 menit nggak kelihatan baru kita putar balik mencari mereka.
Dan kita sepakat. Memang kondisi di tempat ini sangat rawan, hingga kita lupa dengan peraturan yang kita buat sendiri, mungkin karena kita ingin lekas keluar dari kawasan hutan ini, hutan ini sangat seram, terlebih sekarang jam 2 dini hari.
Untunglah. meskipun agak lama kita menunggu, Arip dan Toha akhirnya muncul juga. Mereka menuturkan kalau mereka berdua habis terpeleset dan jatuh berdua lantas terbelit dengan selimut yang mereka gunakan. Jadi begini: Arip dan Toha itu hanya menggunakan kaos dan celana pendek, entah siapa yang mempunyai ide membawa selimut, mereka berdua berbagi selimut yang sama dan melingkarkannya pada badan mereka saat berboncengan. Bisa dibayangkan kalau mereka jatuh, keduanya akan terlilit dan susah untuk terlepas. hehe…
Aku hanya membayangkan, Aku saja yang memakai 3 jaket sekaligus + jas hujan masih menggigil, apalagi mereka. Kuat sekali tubuh mereka itu…
Kami meminta maaf pada mereka, dan mulai melanjutkan perjalanan lagi dengan sedikit pelan, hingga kami semua berhenti karena persediaan bensin kami sudah mulai menipis.
Untung saja ada yang jual bensin disini, karena sedari tadi tidak kita jumpai satu rumahpun di kawasan ini. Sambil menyalakan rokok Aku sedikit berpikir, ini bawa bensinnya kemari bagaimana ya? Pasti perjuangan sekali ya. Sejenak kami menghangatkan diri dengan mendekat pada api unggun yang dibuat oleh penjual bensin tadi karena udara di daerah ini paling dingin menurutku, sampai-sampai mulut kita mengeluarkan asap saat berbicara.
15 menit berselang kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lagi. Berjarak kurang dari 10 meter dari tempat kami berhenti tadi terdapat persimpangan jalan yang menghubungkan antara Malang, Bromo, dan Semeru. Banyak orang yang berhenti disana saat itu, seperti kami. Tampaknya mereka juga kebingungan harus mengambil jalur yang mana. Entahlah, Aku juga tak tahu arah mana yang seharusnya kita ambil, Aku hanya pasrah pada Anggik karena tugasku memandu perjalanan hanya sampai pada kota Batu, selebihnya Anggik yang lebih tahu. Kuperhatikan Anggik yang berada di posisi terdepan mengambil turunan arah kiri. Dan jalan itu menurutku sangat memperihatinkan.
Jalanan itu rusak parah, curam, berbatu serta licin, bahkan meskipun Aku menggunakan prosneling 1 di barengi dengan rem depan belakan motorku tetap saja melaju dengan kencang karena curamnya, belum lagi gaya Budi saat membonceng, Ia menumpukan beban tubuhnya pada tubuhku hingga Aku harus meluruskan dua pergelangan tanganku ini kuat-kuat dan menahnnya agar tak terdorong maju. Great, bisa dibayangkan beratnya seperti apa? Seperti sedang menggendong kebo. Berulang kali Aku memperingatkan Budi untuk mundur sedikit tapi Budi masih saja seperti itu. Dan setengah jam pertama sudah bisa Kurasakan leherku sakit karena terlalu lama berkendara dengan menunduk. Jalan ini sungguh Amazing, Aku takut terperosok sebenarnya karena laju motorku seperti sedang meluncur, tak bisa ditahan lagi.
1 jam berselang, tepatnya pukul 3 dini hari. Akhirnya kita sampai juga di kaki gunung yang barusan kita lewati tadi. Entahlah apa nama gunung itu, karena beberapa kali Aku mencari rute perjalanan kami ini di internet, youtube dan google maps tidak pernah ketemu. Mungkin ini jalur gaib kali ya, atau tercantum sebagai 20 jalur paling tidak recomended sedunia. Hihi…
Hiyaaa… Akhirnya ketemu tanah datar lagi, udah capek naik turun gunung sebenernya, Sambil terus melanjutkan perjalanan kita mencoba untuk berjalan sangat pelan karena kondisi waktu itu masih gelap gulita. Jalan yang bisa terlihat ya hanya jalan yang tersinari oleh lampu motor kami. Dan tiba-tiba Kuperhatikan semua motor teman-teman berhenti di depan. Ada apa, pikirku penasaran. Baru setelah Aku melihat apa yang teman-temanku lihat, lantas saja Aku turun dari motor, berdiri dan hanya diam, semua bengong saat itu dan hanya tolah-toleh seperti monyet sedang terkena amnesia.
“kok ada kali”. Hanya itu yang terbesit di pikiran kami, bagaimana bisa ada sungai di tempat seperti ini. memang semenjak berangkat dari rumah kita sudah kehujanan, mungkin ini aliran lahar dingin ya. Sungai itu lebarnya sekitar 5 meter membentang entah dimana ujungnya. Meskipun airnya berkubang alias tidak mengalir tapi panjangnya mungkin lebih dari 3 km, belum lagi keterbatasan jarak pandang kami waktu itu. Ini bagaimana cara melewatinya? Saat itu semua masih diam mematung di atas motornya masing-masing memikirkan cara yang bisa digunakan untuk melewati sungai itu karena tak ada apapun yang bisa digunakan sebagai jembatan. Diam-diam Aku berjalan sendirian menyusuri sungai itu meninggalkan teman-teman mencari bagian sungai yang tak terlalu lebar. Jauh sudah Aku berjalan mungkin sejauh 50 meter akhirnya Kutemukan apa yang aku cari. Lebar sungai ini cuma 2 meter, pasti agak dangkal ya. Perlahan Aku coba memasukkan kakiku kedalamnya berniat untuk menjejaki seberapa dalam bagian sungai ini, tapi kakiku sudah masuk selutut dan belum juga Kurasakan dasar sungainya, sedangkan sejauh mata memandang sungai itu masih tak terlihat ujungnya. Agak sedikit frustasi akhirnya Aku berteriak pada Soleh yang masih duduk di atas motornya. “Leh, coba jejaki daerah situ”. dengan maksud agar soleh memasukkan kakinya kedalam air juga, tapi tidak seperti dugaanku bahwa Soleh akan turun dari motornya dan memasukkan kakinya dalam sungai, Ia malah menyalakan motor dan melajukan motornya menyeberangi sungai itu. Tahu tidak suaranya seperti apa? yang terdengar adalah suara seperti ini:
‘cklekk.. grennggg… wooorr… wooorr… wooorrrr… wiuuuu… Byuurrrr… nggooonnggg… blukutuk… blukutuk… blukutukk… ngggoooonggg… blukutuk… blukutuk… blukutuk… ‘
Pertanyaannya adalah: Dari suara pada kejadian di atas, apakah yang terjadi pada Soleh?
a. Soleh berhasil melewati sungai dengan lancar, aman, terkendali serta barokah dan damai.
b. Soleh putar balik lantas pulang.
c. Soleh hanya bleyer-bleyer dan minum air sungai karena frustasi.
d. Soleh tercebur dalam sungai.
So, apa jawaban kalian? Kalau jawaban kalian D, maka kalian SALAH… karena jawaban yang benar adalah:
F. Soleh bersama anggik yang di boncengnya terjun bebas ke dalam sungai dan terjebak tak bisa naik dengan mesin yang masih meraung-raung dan dengan motor yang tenggelam hingga setinggi dada orang dewasa.
Kalau tadi kita sudah bengong seperti monyet amnesia ya, ini kita malah bengong seperti monyet lagi mainan ciduk cao, ndal ndul..
dan anehnya motor soleh itu tidak mati karena Ia terus menancapkan gasnya dalam-dalam agar air tidak masuk ke knalpot, lebih anehnya lagi kita semua cuma diam, agak susah dicerna otak sebenarnya. ‘Kok bisa, dicemplungin motornya’. Sudah 10 detik mereka di dalam air itu, kontan Anggik loncat dari motor dan menarik motor Soleh dari depan.
Haa.. sebenarnya kita sangat bingung waktu itu, itu mau di apain? apa kita harus nyebur juga membantu Soleh dengan udara seperti ini. Waa… akhirnya yang bisa kita lakukan untuk membantu soleh adalah dengan cara menyemangatinya. “Ayo Leh semangatt… semangat… gas teruss… tarik yang kenceng Nggik… terus gas polll Leh…” hadeh kejamnya dunia ini, eh kita maksudnya. Ya mau bagaimana lagi, udah tahu itu sungai kok diterjang, emang motornya bisa ngambang gitu?
Tapi untungnya motor Soleh bisa naik dan keluar dari sungai itu dengan kondisi masih menyala. Keren ya! udah tenggelam padahal, tapi air tidak masuk ke knalpot dan busi tidak mati. Ya eyalah motor baru geto.
Karena kita tidak seberani Soleh dan karena kita sedang tidak ingin berenang akhirnya kita menyuruh soleh untuk tetap menunggu disitu dan mencari jalan lain. Beberapa puluh meter menyusuri tepian sungai akhirnya kita menemukan ujung dari kubangan air itu, sebenarnya tidak jauh dari tempatku menjejakkan kaki tadi, kenapa tadi tidak berjalan agak jauh sedikit lagi ya!
Setelah bertemu Soleh, kita malah tertawa terbahak-bahak bersama menertawakan Soleh dan Anggik karena mereka basah kuyup dan kedinginan, untung saja motornya tidak mogok, kalau mogok mau nyari bengkel dimana, ini kan gurun pasir, apa mau di kubur saja motornya sama pasir.
Oiya.. Aku baru sadar kalau setelah melewati sungai tadi kita sudah berada di gurun pasir. Emm.. jadi ini yang namanya pasir berbisik itu, nama yang aneh, apanya yang berbisik coba. Karena penasaran Aku coba menempelkan telingaku pada pasir itu berharap bisa mendengar sesuatu yang unik, mungkin pasir ini bisa berbisik sungguhan siapa yang tahu kan ya, Aku coba untuk memejamkan mata, berkonsentrasi dan.. Jujur Aku tidak mendengar apa-apa. Udah, gitu aja.
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi saat ini. Tidak ada rombongan lain disini kecuali kita dan kondisi disini sangat gelap. Kita melanjutkan perjalanan dan entah karena terlalu lelah naik turun gunung, jalan rusak, curam, licin atau kejenuhan dalam perjalanan tadi, teman-teman seakan sangat kegirangan berkendara di jalan yang datar, luas dan berpasir, mereka kebut-kebutan dan berpencar sesuai keinginan mereka sendiri karena ini sudah memasuki kawasan Gunung Bromo bukan, jadi aman. Aku juga senang melihat mereka kejar-kejaran dari belakang, seperti melihat rally dakkar saja hingga motorku berbunyi ‘Ctassss… bleb.. bleb.. blebb.. blebbb…’ motorku mogok lagi.
Astaga… Secepat kilat Aku mencoba menyalakan motorku lagi dengan starter kaki berulang-ulang tapi sama sekali tidak membuahkan hasil, dan Kulihat teman-teman sudah jauh meninggalkanku. Celakalah Aku.. bagaimana ini, Apa Aku telfon saja mereka untuk menungguku atau menjemputku, tapi apa mereka akan dengar dering atau getar ponsel di saku mereka dengan kondisi mereka yang kebut-kebutan itu, pasti mereka tak akan dengar.
Tidak kehabisan akal, karena Aku dulu pernah kursus vokal dan belajar nada tinggi, akhirnya Aku turun dari motor, berdiri tegak, dan mengeluarkan suara tenor ‘Hooooiiii… Aku enteniiiii…’ dari kejauhan samar-samar terlihat Arip berhenti, syukurlah ada yang dengar, Aku tarik nafas dalam-dalam lagi dan berteriak ‘Rippp… sepedahku mogokkkk…’ “Tenang Bud, kita aman, ada Arip dan toha datang sebentar lagi.” Ujarku menenangkan Budi yang terlihat mulai kedinginan karena Ia tak membawa mantel dan hanya beralaskan sendal jepit.
Tak lama kemudian Arip pun datang bersama Toha yang diboncengnya. “Kenapa mas bro?” Tanya Arip. “Mogok lagi Rip, kayaknya terlalu panas deh mesinnya, apa butuh istirahat lagi ya” jelasku. “Ya udah istirahat aja dulu.” Arip menuturkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar