Sabtu, 19 November 2016

Pulsa

“Riki tolong beli pulsa di counter depan, pulsa mamah habis. Ini nomor sama uangnya.” Perintah mamah kepada Riki.
“Iya….Mah.” Jawab Riki pelan. Riki yang masih duduk di bangku SMK, langsung melangkahkan kakinya ke luar rumah untuk membeli pulsa. Tak berapa lama kemudian Riki sampai di sebuah counter tempat berjualan pulsa.
“Mas ada pulsa?” kata Riki bertanya kepada penjaga counter.
“Ada bos, mau beli yang berapa?” jawab penjaga counter membawa handphone.
“Yang 10 saja Mas, berapa?”
“Rp. 12.000,- nomornya berapa?”
“Ini nomor sama uangnya Mas.”
“Oh.. Iya makasih bos, ditunggu saja ya bos mungkin telat pulsanya.”
Riki pun duduk di kursi plastik yang ada di depan counter. Waktu terus berjalan, tak terasa sudah sekitar 2 jam Riki duduk di kursi plastik tersebut, badan pun sudah mulai terasa pegal. “Kenapa pulsanya tidak dikasih dari tadi ya, padahal saya kan sudah bayar.” Ujar Riki bingung. Riki mencoba sabar dan berpikir mungkin sebentar lagi. Waktu terus berjalan, kesabaran Riki sediki demi sedikit mulai luntur.
“Mas kenapa pulsanya tidak dikasih-kasih? Saya sudah pegal ini menunggu dari tadi.” Tanya Riki kesal.
“Memangnya belum masuk pulsanya bos?” penjaga counter balik tanya.
“Masuk ke mana Mas?”
“Ya.. Ke nomor yang tadi mau diisi pulsa.”
“Bukanya pulsanya dikasih langsung ke saya Mas?”
“Ya.. Tidak bos. Nanti pulsanya secara otomatis akan masuk ke nomor yang tadi mau diisi.” Ujar penjaga counter menjelaskan. “Oh. Begitu ya Mas. Maaf ya Mas, saya kira pulsanya dikasih langsung ke saya. Kalau begitu saya permisi dulu ya Mas.”
“Iya. Silahkan.” Dengan muka merah dan penuh rasa malu, Riki pun meninggalkan counter tersebut.

Waktu mulai beranjak malam, Riki yang merupakan seorang pelajar sudah mulai siap-siap melakukan tugasnya yaitu belajar. Tapi, seketika Riki kaget, ketika jadwal pelajarannya hilang. “Ke mana jadwal pelajaran ini?” ujar Riki sedikit kesal. Tas sekolah, tempat belajar, dan seisi kamar telah dicek Riki, tapi jadwal pelajaran itu tetap belum ditemukan. “Saya harus tanya dulu ke Rijal ini.” Rijal adalah teman satu kelas Riki.
Di atas kursi sofa, duduk wanita separuh baya. Dia adalah ibunda dari Riki yang baru saja selesai menelepon ayah Riki yang sedang bekerja di luar kota. “Mah… Boleh saya pinjem handphonenya?” tanya Riki lembut.
“Boleh, memangnya buat nelepon siapa?” mamah balik tanya sambil memberikan handphone-nya.
“Teman Mah.”
Riki yang sudah dikasih pinjam handphone, kembali lagi ke kamarnya. Sampai di kamar Riki mulai menghubungi Rijal. Tapi saat menghubungi Rijal, tiba-tiba terdengar suara dari handphone-nya, “Pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan ini, pulsa yang anda miliki adalah senilai Rp. 535,-”
“Kakak yang cantik tolong sambungin sama teman saya Rijal, saya mau menanyakan jadwal pelajaran.” Ujar Riki memohon. Tapi jawabannya tetap sama. “Tolong saya Kakak yang cantik.” Riki mulai kesal. Akhirnya kesabaran Riki pun habis. “Ya….Sudah terserah Kakak saja, saya mau tidur.” Riki marah.

Keesokan harinya Riki terpaksa membawa semua buku pelajarannya. Sesampainya di sekolah, Riki menceritakan kejadian semalam kepada Rijal. Mendengar cerita dari Riki, Rijal tertawa lepas.
“Hahahaha. Iya tidak bakal didengar Riki, kalau ada suara seperti itu tandanya pulsa kamu itu habis, jadi kamu tidak bisa melakukan panggilan.” Ujar Rijal menjelaskan.
“Oh.. Begitu ya, pantesan tidak didengar omongan saya. Bodohnya saya.” Jawab Riki dengan muka merah.
“Hahaha. Riki… Riki….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar