Sabtu, 19 November 2016

Friendzone In Wakatobi

Gue Lota, 22 tahun. Status single. Pacaran terakhir kali 3 tahun yang lalu. Alasan putus? Klasik. Gue putus karena beda, beda gaji, beda kasta, dan gue lelah. Atau mungkin gue jenuh? Pacar gue juga jenuh. Akhirnya gue ninggalin dia, dan dia gak terima, terus kita ngalamin yang namanya CLBK lalu bubar, dan bener-bener bubar sampe lost, seolah bumi menelan kita berdua dan memuntahkan kita berdua lagi dalam bentuk manusia baru, perasaan baru, dan akhirnya gue menyandang status baru, ya baru putus! Sampe 1000 hari lebih gini. Dan gue merasa gue udah kayak seorang putri tidur yang memimpikan seorang pangeran berkuda putih datang dan mencium gue sehingga gue bisa melihat dunia dengan segala keindahannya.
Buaaghhh!!! Lota bangunn heloow lo bukan putri tidur, dan gak ada pangeran berkuda putih yang bakal nyium lo!! Bangun lo pecundang! Ini bagian yang paling gak enak tapi paling nolong! Kenapa? Karena setiap kenyataan yang sifatnya pahit, bakal menyadarkan kita untuk bangkit dari segala mimpi mimpi yang menina-bobokan, sehingga kita bakal lebih fight dan lebih mekar, lo ngerti gak maksud dari kata ‘mekar’? Mekar itu artinya lebih dewasa, dewasa yang menawan. Bukan dewasa karbitan yang menyebabkan lahirnya generasi cabe-cab*an.
Oke, balik lagi. Dengan status single ini, gue jadi bebas. Bebas dari segala macam perasaan yang pernah gue rasain saat gue pacaran, bebas dari rasa cemburu, keingetan yang berlebihan, dicemburuin, kesel-kesel gak jelas, gak mikirin surprise apa yang harus gue kasih ketika pacar ulang tahun atau lagi ngerayain sesuatu, gak harus beli baju baru untuk date selanjutnya, gak harus dandan cantik buat dipuji pacar, gak harus guling-guling lihat jerawat satu nongol di jidat, dan gak harus takut buat jalan sama cowok kece yang emang suka seliweran di dekat gue, dan berbagai macam keuntungan lainnya yang bersifat materi and rohani. Dan lo tahu nggak? Gak tahu kenapa.. Gue gak ngizinin diri gue sendiri untuk benar-benar didekati orang lain, ibarat gue itu bunga mawar yang mekar, ketika ada kumbang yang ngedeketin pengen ngisep sari gue lalu batang gue yang berduri itu menyerang kumbang tersebut sehingga kumbang itu tewas di tempat. Ganas ya? Nah kayak gitulah gue.
Oke, kali ini lagi musim liburan lebaran, gue nyari tempat buat refresh sejenak pala gue yang kayaknya udah mencong separo, searching di google akhirnya gue memilih untuk libur ke wakatobi, wakatobi adalah salah satu kabupaten di provinsi sulawesi tenggara, indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di wangi-wangi, gue pengen ngerasain yang namanya wisata bahari di sana, gue punya seorang temen, cowok dan dia kenal baik tempat itu, karena dia lahir di sana, dan lebih beruntungnya lagi, dia temen sekantor gue. Kita nggak pergi berdua kok, kita pergi berlima, gue, Arie, Riana, Azka, dan Fero. Dan orang asli wakatobi itu si Arie. Arie itu orangnya tinggi, tegap, kulitnya bersih untuk ukuran cowok, dan gak ada yang nyangka dia adalah orang timur. Karena dia gak kerinting, gak hitam, dan matanya nggak menyala.
Lalu berangkatlah kami berlima menuju bandara soekarno, kami terbang dari jakarta lalu menuju makassar, lalu menempuh penerbangan lanjutan menuju pulau bau-bau. Pulau ini menjadi bahan lelucon kami berlima yang sudah mulai lelah karena menempuh jarak sejauh ini dan selama ini, karena selama ini kami hanya berseliweran di dalam gedung-gedung pencakar langit menikmati macetnya jalan jalan di kota jakarta, dan lainnya, untuk urusan pekerjaan, bukan seperti sekarang. Gue pikir setelah naik pesawat dua kali, semua bakal berakhir dengan surga laut. Nyatanya? Gue mesti lebih sabar lagi karena kita masih harus naik kapal laut atau naik pesawat lagi menuju pulau wangi-wangi. Dan asal lo tahu pesawat yang dipake buat menuju ke sini pesawat pesawat kecil yang muat buat 30-an orang, dan yang bikin gue shock itu pilot. Iya pilotnya itu lagi ngompa-ngompa ban pesawat pakai pompa kaki, dan dia bilang, “Ayo pace dan mace silahkan masuk, silahkan duduk, santai saja!”
Gue dan Riana sudah sport jantung melihat keadaan ini, rasanya gue kayak mengantarkan nyawa gue buat di lepas sia-sia, apalagi Fero, cowok yang gayanya ngondek ini mendadak panas dingin meriang dan pengen pulang, tapi Arie dengan tenangnya dan meyakinkan kita semua bahwa semua akan baik-baik saja. Lalu kami dengan langkah yang udah hampir gak semangat lagi masuk dan duduk di dalam pesawat, gue ngelihat si Azka mulai buka-buka aplikasi al-qur’an di gadgetnya dan mulai fokus membaca surat yassin. Setelah semua suasana mulai mencair dan mulai tenang, ada ayam lewat di atas kepala gue dan Riana, “Pok..Pok..Pokk…” lalu diiringi orang yang mengejar ayam itu dari belakang, dan Fero si cowok ngondek yang masih meriang itu ketawa-tawa sambil mengabadikan ekspresi kaget gue yang ancur abis, karena gue masang tampang parno dan dongo.
Gak cukup sampe di situ, tiba-tiba ada suara ribut-ribut di belakang, itu suara apa menurut lo? Itu suara kerbau yang ditarik paksa masuk pesawat, berhubung yang naik pesawat gak sampe 30-an, jadi mungkin itu kerbau dikasih masuk untuk menambah kapasitas penumpang. Dan Azka mulai terbata-bata membaca surat yasinnya. Dan Fero, nggak tau kenapa ini bocah mulai tenang dan bisa menyesuaikan diri, dan seperti biasa Arie adalah makhluk paling keren yang menganggap ini adalah hal yang biasa saja. Hey Arie gue sumpah nyesel banget milih tempat ini. Rutuk gue dalam hati.
Lalu karena cape yang luar biasa, kami sampe gak sadar kalau kami sudah sampe di pulau wangi-wangi. Gue udah gak banyak komentar lagi karena saat ini gue mengalami mabok udara. Ya bayangin aja gue udah naik pesawat 3x, isi perut gue udah tumpah ruah di dalam kantong plastik yang gue selipin di saku jins gue, dan sialnya Fero lagi-lagi moto gue dia udah dapet dua momen gak menyenangkan yang menyertakan gue di dalamnya, emang sialan tuh si Fero. Arie menyetop taksi yang emang banyak mangkal di sekitar sana. Sekitar setengah jam kita sampai di sebuah rumah warga, Arie bilang ini rumahnya. Arie punya 2 adik, satu laki-laki dan satu perempuan, namanya Marten dan Ursula. Rumah Arie yang terbilang sederhana tapi sangat luas, memiliki beberapa kamar, ayah nya seorang nelayan dan ibunya mengurus ladang serta memelihara ternak. “Hei kakak… Pasti lelah dan payah kali kan menuju tempat ini?” tanya Ursula yang langsung mepet si Azka, si Ursula tahu aja sih kalau Azka paling bening dan paling macho di antara Arie dan Fero yang ah sudahlah…
Hari ini kami total istirahat, besok aja jalan-jalannya, serius!!! Gue capeee!! Setelah gue dan lainnya istirahat cukup lama, kami dibangunkan oleh Marten adiknya Arie. “Hei nona, bangun, mari kita pergi makan, hari ini saya punya bapak tangkap ikan napoleon dua ekor cukup untuk kita makan bersama,”
“Ikan napoleon? Marten kamu bercanda?” tanya gue terkaget-kaget, karena ikan napoleon adalah ikan yang dilindungi bagaimana bisa ada cerita itu ikan mau dibakar buat makan-makan? Si Marten tertawa, “Ah nona, beta bercanda e. Sudah bangun saja, mari makan, saya punya Mama sudah masak enak untuk kalian..” Dan benar apa yang dikatakan Marten, mamanya sudah menyiapkan berbagai macam hidangan laut mulai dari udang, ikan cakalang, cumi-cumi, bahkan gurita yang mengepul di atas piring. Aduh gue sempet ngeri ngelihat guritanya, lalu dimana nasinya?
“Arie, nasinya mana?” tanya Riana yang sedari tadi keliling dapur nyari-nyari mejikom. Mamanya Arie datang dan membawa sebaskom kasuami, itu adalah makanan pokok orang wakatobi, terbuat dari singkong yang diparut, diperas airnya dan dikukus, dialah yang menggantikan posisi nasi saat ini. “Ini nasinya orang wakatobi..” kata mamanya Arie. Lalu gue penasaran itu kasuami rasanya kayak apa. Yaa, kayak singkong, yaiyalah kayak singkong, kan terbuat dari singkong, kami makan bersama saat itu dengan lauk ikan dan sambal juga lalapan, dan gue merasa itulah momen indah pertama yang gue dapatkan di sini.
Ursula mengajak gue dan Riana mandi di sungai dekat rumahnya. Airnya jernih sekali dan dingin, kami mengambil tempat untuk duduk-duduk sambil bermain-main air.
“Hei kakak Lota, kenapa main jauh sekali sampai sini?” tanya Ursula.
“Gue pengen menyelam, menikmati alam bawah laut, Ur,”
“Beta heran e, kalian jauh-jauh hanya untuk menyelam-menyelam, kalian bilang itu rekreasi, padahal kami itu di sini menyelam, panjat gunung, adalah pekerjaan kami sehari-hari,..”
“Wahh.. Kamu bisa panjat gunung Ursula?” Tanya Riana.
“Tentu bisa kakak, beta menyelam-menyelam itu untuk cari gurita, dan panjat gunung untuk cari kayu bakar, kayu bakarnya ya untuk bakar si gurita tadi,”
Hahaha.. Itulah Ursula, gadis timur wakatobi, adiknya Arie, kakaknya Marten, logat bahasanya sangat lucu buat gue, perawakannya kurus, manis, rambutnya ikal, matanya besar, tapi nggak menyala loh. Setelah mendengar banyak cerita tentang wakatobi, gue tambah interest lagi, gak sabar gue nunggu besok.
Malam malam iseng, gue ke luar kamar, gue lihat mama dan papanya Arie sedang nonton tv di ruang keluarga, ada pemandangan yang menyentil pemikiran gue saat melihat mereka menonton. Mereka nonton tidak pegang remot, mereka pegang benda-benda tajam, mamanya Arie pegang sabit, sedangkan bapaknya Arie pegang parang.
“Om.. Tante, kenapa pada pegang benda macam itu?” tanya gue menyelidiki takut-takut, gue sumpah takut banget saat ini. “Hei anak, kamu tidak perlu takut mari nonton bersama kami, ini ada acara elif..” kata mama Arie.
Antara takut dan gak enak. Gue mengambil tempat duduk di kursi, gue mengamati posisi tangan mereka yang mencengkeram benda-benda tersebut dengan posisi siaga satu, tapi mata mereka fokus ke TV. Aduhh. TV tiba-tiba mulai goyang siarannya. Gambarnya mulai buram, meski suaranya masih terdengar. “Buram kau, buram .. Berani kau buram?” gertak papa Arie kepada TV, sambil mengacungkan parangnya. Seketika TV kembali bagus lagi gambarnya. Plentang, tumm deshh teggh. Itu maksudnya apa? Tanya gue ke otak gue yang sebelah kanan.
Dan otak kiri gue mengajukan hipotesa yang sulit gue percaya. Keluarga Arie memiliki suatu keyakinan bahwa setiap barang yang rusak akan kembali benar dengan menjalankan sistem kekerasan. Bayangkan saja itu TV diancam pake parang gak berani buram, apalagi ditambah mamanya Arie juga bawa-bawa sabit, itu TV punya nyawa di ujung tanduk, bahkan mungkin ketika listrik padam pun itu TV gak bakalan berani mati, ohh, benar-benar ekstrim ini keluarga. Gue pamit balik ke kamar aja, gue benar-benar nggak kuat, ini sebenarnya kejadian lucu, tapi entah kenapa ini lah yang gue sebut malam horor, sesampainya di depan pintu kamar, gue papasan sama Arie yang kayaknya baru balik dari dapur.
“Lota kenapa belum tidur? Katanya cape?” Tanya Arie.
“Gue kebanyakan tidur tadi siang, bonyok lo ekstrim banget cara nonton TV-nya..” kata gue sambil sedikit melirik orangtuanya Arie yang masih betah nonton.
Arie tertawa renyah. “Mereka memang seperti itu sejak saya kecil, ”
“Oh,” antara enak dan gak enak gue menanggapi ucapan Arie.
“Lota, kamu mau saya temani ke luar? Mari kita ke kampung bajo dekat sini.”
Apa itu kampung bajo? Gue aja kagak tahu, lalu gue meng-iya-kan saja, udara malam di wakatobi itu sangat dingin, dinginnya itu menggigit tulang, kayak anjing aja (suka gigit-gigit tulang maksudnya) nih udara. Kami berjalan ditemani dengan obor menuju pesisir laut, “Inilah kampung bajo..” Arie menunjuk sekeliling tempat itu, kalian tahu tempat yang Arie maksud? Itu tempat kayak perkampungan, tapi berdiri di atas laut, antara cahaya bulan, bintang, dan lampu lampu jalan seakan tumpah ruah ke air laut yang bergerak-gerak perlahan, ada beberapa perahu nelayan yang sengaja di tepikan di bibir-bibir pantai.
“Cantiknyaa,” gumam gue. Gue mengambil hp gue dan mengabadikan pemandangan malam ini lewat kameranya. Arie, gue suka tempat ini. Kami berjalan menyusuri pantai di atas pasir, suasana memang gelap ketika lo mandang keliling, tapi jika lo ngedongak ke atas, lo gak akan ngerasa gelap, langit malam ini sungguh keren, karena begitu banyak bintang.
“Arie.. Kampung lo ini keren banget.” ujar gue takjub.
Arie hanya tersenyum. “Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, indonesia sejak dulu kala tetap dipuja-puja bangsa, di sini tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata…” tiba-tiba Arie bersenandung, suaranya merdu, merusak dunia!
“Arie stop!!” Haha, kami tertawa bersama, lelah berjalan, kami beristirahat sejenak di atas batang pohon kelapa yang tumbang.
“Pantas gue gak pernah denger lo nyanyi di kantor, ”
Arie cuma ketawa.
“Saya gak punya suara bagus, cuma tadi kelepasan aja..”
“Arie, makasih ya,”
“Iya sama-sama.”
Diam sejenak, gak ada kalimat yang terlontar di antara kami, sekitar 3 menit.
“Lota, saya boleh tanya?”
“Iya?”
“Lota punya pacarkah?”
Deng-deng.. Maksud dari pertanyaan ini apa ya?
“Nggak, masalah buat lo?” tanya gue agak datar.
“Kenapa?”
“Gue tanya, masalah buat lo?”
“Saya bingung, selama 2 tahun kerja bersama, saya tidak pernah lihat kamu telepon atau dijemput seorang laki-laki,”
“Terus?” tanya gue sambil melotot.
“Terus saya bingung, kenapa kamu menolak Azka padahal dia ganteng dan baik sekali padamu, kamu tidak bisa move on ya dari mantanmu?”
Ini aduh, aduh kenapa ya mesti ada scene begini, Arie, wwoohh.
“Arie, jangan bilang lo suka sama gue?” tembak gue sangat pedenya. Gue mulai paham paham maksud dari semua omongannya.
“Ihh, Lota, siapa yang suka sama kamu? Aku? Yang benar saja?”
“Oh iya ya, gak mungkin lo suka sama gue, lo kan sukanya sama Riana, kalau Riana gak ikut, mungkin lo gak bakal berbaik hati gitu kan mau ngajak kita ke rumah lo..”
“Ihh, kenapa kamu punya pikir jahat sekali, ya gak begitu juga lah, daripada uangnya buat bayar penginapan mending di rumah saya, gratis.”
Hahaha, iya Arie, gue percaya, lo orangnya baik. Baik banget. Sama siapa pun, bahkan semut ngerubung bekas tumpahan kopi lo aja lo ikhlas. Lucu banget sih, gue gak tahu lo lagi ngelawak atau emang lo kebanyakan bergaul sama Fero. Huftt sulit dipercaya, “Arie ayo pulang ah, gue ngantuk.”
Wakatobi merupakan kawasan diving populer yang menjadi kebanggaan indonesia. Dan gue merasa bangga bisa mengunjungi tempat ini, jadi buat lo yang udah bangga bisa ke mall buat nongkrong di starbukcs doang gue acungin jempol ke balik. Terletak di sulawesi tenggara, wakatobi memiliki terumbu karang luar biasa indah dan ikan-ikan cantik yang membuat traveler seluruh dunia tidak bosan mengunjungi tempat wisata ini. Asal lo tahu, wakatobi memiliki 750 dari 850 spesies koral, jenis karang yang beragam serta makhluk laut yang sudah sulit ditemukan di daerah lain. Jadi buat lo yang muka-muka nyalangka, coba lo main ke sini, siapa tahu lo ketemu kembaran lo dari spesies terumbu karang, wkwkwk.
Wakatobi sendiri merupakan kependekan dari nama empat pulau besar di sulawesi, yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Wanci adalah ibukota wakatobi yang terletak di pulau wangi-wangi. Pasti lo baru tahu kan? Yah… sama, gue juga baru tahu dari Arie. Hahaha. Gue berhasil bertemu dengan ikan napoleon, sayangnya gue gak berhasil minta tanda tangannya. Gue juga ngelihat kelinci laut, tapi dia gak doyan wortel, jadi lo gak usah ya mancing-mancing kelinci laut pake wortel apalagi kangkung, jangan harap! Lo pasti belom pernah lihat kan? Mau tahu bentuknya? Males ah gue ceritain, lo makanya main dong ke dasar laut wakatobi. Siapa tahu lo gak bakalan mau balik lagi ke daratan.
Sekitar 7 hari gue dan keempat temen gue jalan-jalan ngelilingin wakatobi. Dan terima kasih sekali buat mama-papa Arie, Ursula, Marten, serta seluruh warga dan segenap crew yang membantu, tanpa kalian, kami tersesat dan gak bakalan tahu arah jalan pulang, kami tanpa kalian cuma butiran sagu.
Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar