Sabtu, 19 November 2016

Cerpen Duo Galau

Pukul 12 siang adalah jam kritis bagi setiap orang. Seperti yang terjadi di dalam sebuah kelas pada perkuliahan. Semua sudah mulai grusah-grusuh melirik ke arah jam. Tampak sepasang manusia yang duduk paling pojok. Sudah mulai belingsatan tak karuan. Saling mengumpat dalam hati. Dalam keheningan dan kegelisahan yang tak terkira terdengar suara merdu mengalun.
“Krauk..krauk…”
Semua mata tertuju ke sumber suara, sambil menatap terpana. Sang pemilik suara, dengan wajah sok gantengnya nyengir sapi.
“Sorry gaes.. Ini panggilan alam.”
Dosen peka dengan keadaan. Dengan terpaksa mengakhiri perkuliahan, meskipun masih ada materi yang belum tersampaikan. Wajah mahasiswa yang semula penuh tekanan. Kini sumbringah serasa hidup paling bahagia di dunia ini. Dua orang penghuni pojokan itu adalah Ronald dan Beni. Mereka selalu bersama-sama. Ke kantin bareng, ke ruang dosen bareng, remidi juga bareng. Mungkin hanya mereka yang paling so swit di dunia ini. Berkat prestasinya di bidang persoswitan, mereka mendapat penghargaan tinggi. Salah satunya adalah sebutan Duo Galau. Sebenarnya mereka tidak terima dengan sebutan itu, tapi apa daya mulut tak sampai.
Ronald dan Beni beranjak dari singgasana mereka dan ke luar kelas menuju tempat paling indah di kampus. Di mana lagi kalau bukan kantin mahasiswa. Dengan jurus ala naruto, tabrak sana tabrak sini. Sampailah di antrean paling depan. Meskipun terdengar gunjingan teman-temannya yang tidak terima atas ulahnya. Tapi bagi mereka bodo amat. Setelah mendapat jatah makanan dan minuman yang dipesan. Mereka langsung menuju bangku kosong. Ronald yang merasa jijik dengan kejadian tadi waktu di kelas langsung mengklarifikasi ke orangnya.
“Ben, lo udah gak makan berapa hari sih, suaranya kedengeran sampe mana-mana?”
“Lo kan tahu sendiri jam segini jam gawat buat gue,”
“Di silent kek,”
“Sekate-kate ente bilang,”
“Habis suaranya aja sampe nyaingin suara cempreng dosen,”
“Bodo amat, emang gue pikirin?”
“Abis ini bolos yuk?”
“Masa bolos lagi, kemaren kan udah,”
“Halah baru sekali kok, males gue ketemu dosen rese itu lagi,”
“Oke dah, tapi yang penting ini makanan lo yang bayar,”
“Enak aja, tiap hari gue mulu yang bayarin, emang gue emak lo?”
“Pliis dong, besok kalau udah dikirimin duit ama babe, gue ganti,” dengan wajah melas minta dikasihani.
“Awas lo kalau gak bayar,” mata melotot sedikit merem. (gimana ya?)
“Sama temen aja sampe segitunya.”
Akhirnya tidak terdengar lagi suara ngebass mereka. Mulut mereka penuh dengan gorengan. Sampai bibirnya penuh minyak seperti pakai lipgloss, berkilau cemerlang. Namanya juga cowok nggak pernah bawa tisu. Tidak ada tisu taplak meja pun jadi. Dengan gaya sok cool tak berdosa mereka membersihkan bibir dengan taplak. Mungkin kalau ada yang lihat tidak jadi makan (eneg lihatnya). Parahnya itu sudah menjadi rutinitas mereka. Motifnya saja sudah berubah. Yang tadinya hanya 2 bunga. Sekarang bunga itu sudah banyak yang mekar. Berkat sentuhan bibir duo m*ho (hebat kan mereka itu).
Kali ini persahabatan mereka sedang diuji. Ronald dan Beni harus menyukai gadis yang sama yaitu Anjani seorang gadis cantik dan berprestasi di kampus mereka. Sebenarnya yang tertarik dengan gadis itu tidak cuma mereka berdua. Hampir semua cowok di kampus pasti langsung klepek-klepek pada pandangan pertama. Namun, dari gosip santer yang beredar, Anjani belum punya pacar alias jomblo alias single dan alias lainnya. Mengapa begitu? Menurut gosip yang lain Anjani masih belum menemukan yang sesuai dengan kriterianya. Memang meskipun mereka berdua yang ngakunya cowok tulen jago dalam hal ngupingin orang ngomong. Alhasil, banyak berita yang mereka kumpulkan (eh, gosip) sebagai referensi PDKT.
Dalam rangka PDKT, Ronald dan Beni sepakat taruhan. Siapa yang kalah taruhan harus mentraktir yang menang selama satu bulan. Beni sebenarnya keberatan dengan taruhan ini, tapi mau gimana lagi. Bagi Beni hal semacam ini sudah menyangkut harga diri. Jadi tidak mungkin dia menyerah sebelum bertanding. Ronald dan Beni mulai menyiapkan strategi yang tepat biar bisa PDKT. Mulai dari menciptakan lagu, bikin puisi, beli cokelat, beli bunga, bikin surat, dan masih banyak lagi. Berbagai daya dan upaya mereka lakukan. Seluruh jiwa dan raga dikerahkan dalam misi ini. Mereka tidak lagi bertegur sapa, napas sibuk mendapatkan hati Anjani. Mereka tidak menyadari telah mengorbankan persahabatannya selama ini.
Berbulan-bulan hanya berkutat dengan mencari cara agar bisa dekat dengan Anjani. Hingga pada akhirnya, di kampus mereka sedang diadakan pentas seni tahunan. Ronald maupun Beni ingin menggunakan kesempatan ini. Pada saat pentas seni Ronald menyanyikan lagu spesial yang dipersembahkan untuk Anjani. Usai menyanyi terdengar riuh tepuk tangan dan siulan khas (ciuwit). Tidak mau kalah, Beni dengan gagah berani maju menuju panggung. Dengan suara lantang dan mendayu-dayu Beni membacakan sebuah puisi yang telah dibuatnya entah berapa bulan yang lalu.
Begitu juga dengan Beni, setelah selesai membacakan puisi tepuk tangan penonton juga bergema membahana di auditorium. Semua mata mengarah ke Anjani gadis yang menjadi objek Ronald dan Beni. Tatapan itu menjadikan Anjani bangun dari tempat duduknya. Dan dengan santai menuju podium. Suaranya yang merdu memecah keramaian ruangan itu. Jantung Ronald dan Beni berdegup kencang tak karuan. Dalam pidato singkatnya, Anjani menyampaikan terima kasih kepada Ronald dan Beni yang telah mempersembahkan lagu dan puisi yang indah baginya.
Namun, Anjani dengan tegas mengatakan bahwa saat ini dia tidak ingin pacaran napas sedang fokus kuliah. Dunia seakan runtuh Ronald dan Beni sangat kecewa dengan keputusan Anjani yang tidak adil bagi mereka. Bahkan, Anjani juga marah napas tahu Ronald dan Beni telah menjadikan dirinya taruhan. Dan apa yang terjadi? Seisi ruangan itu langsung meneriakkan suara yang sama, wuuuuuu. Betapa malunya mereka berdua, dengan tangan menutupi muka langsung kabur dari ruangan. Berkat kejadian paling memalukan dalam kamus mereka. Dengan tekad yang kuat mereka berjanji tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu lagi. Akhirnya mereka kembali menjadi mahasiswa pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar