Sabtu, 19 November 2016

Skor Imbang


Mata Satria berkedip-kedip sebelah di saat dia tak sengaja bertatap muka dengan seorang cewek di mini market. Cewek cantik itu tersipu malu dan beranjak pergi. Edo yang berada di dekatnya langsung menyenggol bahu Satria, “Eh, ngapain kamu berkedip-kedip ke arah cewek tadi? Kamu naksir ya, sama dia?” kata Edo keheranan.
“Enggak, mataku kelilipan tadi! Nih masih perih..” jawab Satria pura-pura sakit mata.
“Ah, bohong! Tadi ku lihat kamu mengedipkan mata dengan sengaja ke arah cewek itu!” Bantah Edo sambil tersenyum. Satria hendak menjawab tuduhan Edo yang sebenarnya memang begitu kejadiannya, tetapi keburu ada dua orang yang datang menghampiri mereka, seorang polisi berpakaian dinas dan cewek tadi yang dikedipin Satria.
“Mas bro! Nih aku belikan obat mata, biar matanya tidak sakit..” kata cewek itu lembut sambil menyodorkan sebuah obat sakit mata merek terkenal. Mereknya adalah… Ah sudahlah! Belum ada penawaran kerja sama buat iklan. Polisi itu tersenyum kepada Satria, “Ambilah obat itu Nak, tadi putriku bilang kalau kamu sedang sakit mata dan tidak tahu tempatnya obat sakit mata.” kata Polisi itu pada Satria dan Edo yang sedang berdiri termangu.
“Terima kasih Pak!” jawab Satria setelah menerima obat itu. Satria dan Edo saling berpandangan, siapa yang sakit mata? (kamu ya? hayoo ngaku!)
Satria dan Edo masih berkeliling di mini market. Mereka masih sibuk memilih barang-barang apa saja yang harus mereka beli saat ini. Keranjang Edo hampir penuh, namun keranjang Satria sebaliknya, Isinya cuma parfum cowok, sampo cowok dan mi instan rasa kesukaannya. (kapan yah dapat sponsor? hihi). Edo melihat ada sebuah majalah remaja keren dan dia masukkan juga ke keranjang belanjanya, hingga susu bubuk khusus cowok yang harganya super mahal pun tak luput dari target belanjanya. Selesai memilih barang perbelanjaan mereka, Satria dan Edo melangkah menuju kasir untuk membayar belanjaannya.
“Enam puluh ribu tiga ratus rupiah!” kata penjaga kasir pada Satria. Disodorkannya uang enam puluh satu ribu oleh Satria, dan dia mendapat kembalian permen tujuh buah (asyik, siapa yang mau angkat hidung! eh tangan!). Giliran Edo dihitung, “Seratus empat puluh delapan ribu rupiah!” kata penjaga kasir yang jika diteliti sekilas mirip seorang artis cewek di sebuah sinetron televisi. Hah!? Waduh!? Jantung Edo berdegup kencang seakan mau jatuh dari tempatnya, matanya spontan melotot kaget mirip mata kodok yang mau melompat kedalam air. Dia cuma membawa uang seratus ribu rupiah.
Edo melirik Satria, “Apa lihat-lihat?” sergah Satria pada Edo.
“Aku pinjam uangmu dulu Satria, uangku cuma seratus ribu nih.. Kurang!” pinta Edo memelas.
“Huft! Iya tunggu sebentar!” kata Satria lalu menuju ruang ATM yang berada di dekat tempat parkir. Dia sodorkan selembar uang seratus ribu pada Edo.
“Jangan lupa entar dikembalikan!” Satria mengingatkan.
“Iya, besok ku kembalikan!” jawab Edo sembari memberi salam dua jari pada Satria, jari telunjuk dan jari tengah.
Akhirnya Edo bisa membayar belanjaannya. Dia mendapatkan kembalian selembar uang lima puluh ribuan dan selembar uang dua ribuan. Di pintu ke luar terlihat seorang pengemis tua, Satria memberikan selembar uang seribu rupiah, Naas bagi Edo yang berniat memberikan selembar uang dua ribuan tapi malah selembar uang lima puluh ribuan yang dia berikan. Pengemis itu kaget, alangkah baiknya anak ini, batinnya. “Terima kasih Nak! ” katanya pada Satria dan Edo.
Di tempat parkir Satria membayar ongkos parkir motor mereka, karena Edo yang akan mentraktir makan-makan malam ini. Mereka berdua melaju santai di antara jalanan kota. Dan berhenti di sebuah warung cepat saji, namanya Mungil Chicken. Mereka berdua memesan dua paket, yang sepaketnya seharga dua puluh lima ribu rupiah. Satu paket berisi satu genggam nasi putih, sebuah paha ayam goreng crispy yang kadang paha sebelah kiri dan kadang paha sebelah kanan (pilih mana?), sebungkus sambal instan yang kadang pedas dan kadang tidak (lihat naik turunnya harga cabe nasional), serta satu teh kotak manis plus satu kata dalam hati… mahal! Bla bla bla nyam nyam nyam… Edo ke kasir.
“Berapa Mbak semua?” tanya Edo.
“Lima puluh ribu rupiah Mas, bonus terima kasih!” jawab mbak penjaga kasir sambil tersenyum manis.
Edo mengeluarkan uang dari sakunya, dia kaget karena uangnya hanya selembar dua ribuan saja. Dia baru sadar kalau uang yang dia berikan pada pengemis tadi adalah uang lima puluh ribuan. Dia melirik Satria lagi. Satria balik lagi ke ruang ATM yang kali ini ada di seberang jalan. Dia ambil uang lima ratus ribu rupiah sekaligus, daripada bolak-balik lagi pikirnya. Dia bayar di kasir, lalu mereka pulang ke rumah. Di depan rumahnya, Edo baru menyadari belanjaannya tertinggal di warung tadi. Edo balik lagi ke warung itu untuk mengambil barangnya, tapi tidak ada. Penjaga warung pun tidak mengetahuinya. Edo pun pulang dengan hati yang terlukis seperti lukisan abstrak. Tidak menentu makna dan artinya. Sampai di rumah dia tidak bisa tertidur sepanjang malam ini, pikirannya melayang-layang dan menari-nari di balik awan hitam. Sehitam perasaan dan hatinya malam ini. (jangan diganggu bro!)

Pagi ini Satria berangkat ke sekolah dengan membawa setumpuk nasi kotak, jumlahnya dua puluh lima. Nasi itu dari ibunya untuk diantarkan ke kampung ujung, pesanan Pak RT setempat untuk pekerja bangunan jalan kampung. Setibanya di sana, Satria melihat banyak anak-anak SMP yang sedang bergerombol hendak tawuran. Mereka sudah berhadap-hadapan. Satria segera mengantarkan nasi kotaknya ke Pak RT, lalu dia berbalik ke jalan tempat anak SMP yang sudah mulai tawuran itu. Satria turun dari motornya, dia ambil sebuah bambu kecil yang ada di dekatnya, dan dia angkat ke angkasa.
“Hai!! Bubar, bubarr, bubarrr kalian semua!!!” Teriak Satria sambil mengacung-acungkan bambu di udara. Beberapa warga di sekitar pun turut membantu Satria membubarkan tawuran itu. Hingga mereka kabur dan melarikan diri. Tinggalah Satria kini di tengah-tengah jalan sendirian, orang-orang kampung sudah menepi semua. Di waktu bersamaan datanglah Rin, cewek SMA Pelangi menghampirinya. Syuutt!! Tangan Rin meraih telinga Satria dan menjewernya, aduhh, auuhh.
“Jangan berdiri di tengah-tengah jalan kayak jagoan! Memangnya jalan ini milik nenek moyang kamu apa?” kata Rin bersemangat sambi terus menjewer telinga cowok imut tersebut. “Auhh, asssh iya iya ini aku mau ke pinggir!” jawab Satria sambil meringis merasakan telinganya yang kini jadi besar sebelah. Satria pun menaiki motor antiknya dan berangkat bersama Rin ke sekolahnya, meskipun sekolah mereka berbeda namun satu jalur. Satria bersekolah di SMA Masa Depan, Rin bersekolah di SMA Pelangi. Laju motor mereka seiring dan sejalan, Rin di depan dan Satria mengawal di belakangnya. Seiring dan sejalan juga dengan hati mereka saat ini. Ciyee…
Di sekolah SMA Masa Depan sedang berlangsung pertandingan persahabatan bola basket antara kelas X-A melawan kelas X-B. Satria termasuk di dalam tim kelas X-A, bersama dengan Edo dan Hasan. Hasan yang bertubuh gendut akhirnya masuk sebagai pemain pengganti. Waktu hampir habis, skor 100-98 untuk tim kelas X-B. Para cheer leaders dan pendukung kedua tim bersorak-sorai mendukung timnya masing-masing. Terlihat Hasan sedang membawa bola, dia dihadang tiga pemain lawan. Waktu semakin hampir habis. Hasan dengan tubuh gendutnya berputar lalu melompat sebisanya, tiga pemain lawan mencoba mencegahnya dengan menarik celana pendeknya.
Hasan melompat setinggi-tingginya, ketiga lawannya semakin erat memegang celananya. Hap! Hasan melempar bola, sruutt! Celana Hasan melorot ke bawah, plung! bola masuk ke keranjang. Skor angka berakhir imbang 100-100, untuk kelas X-A dan kelas X-B. Tepuk tangan dan sorak-sorai membahana. Hasan mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara. Dia bangga, tapi tak menyadari celana pendeknya telah melorot ke bawah. Semua cewek menjerit histeris dan menutup mata mereka, tidak mau melihat ke arah Hasan yang sedang berbahagia karena menjadi pahlawan bagi timnya. Priittt!! Wasit meniup peluit tanda pertandingan telah usai, priitt!! Wasit mengangkat kartu merah untuk Hasan! (jangan ngintip ya!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar