Sabtu, 19 November 2016

Gaya Batu

Orang jahat selalu bangga dengan kejahatannya, orang baik selalu bangga dengan kebaikannya. Orang kota selalu bangga dengan kemewahan kekotaannya, orang desa juga selalu bangga dengan kesederhanaan kedesaannya. Orang pintar pun ikut-ikutan selalu bangga dengan kepintarannya (meskipun itu dipaksakan dan kadang mengada-ada), orang bodoh tak mau ketinggalan selalu bangga dengan kebodohannya (walaupun sebenarnya dia pintar tapi berpura-pura bodoh!). Tapi aneh dengan cowok imut yang satu ini, pemilik nama lengkap Satria Mahesa Sakti dikartu pelajar SMA Masa Depan, atau biasa dipanggil Satria gak pake aja! Dia tidak pernah bangga dengan dirinya sendiri, dia malah bangga dengan penulis cerita ini (ngaco!).
Satria memang tidak boleh bangga dengan dirinya sendiri, karena dia memang memiliki lima kelemahan yang ada pada dirinya. Satu ganteng, dua pintar, tiga baik hati, empat gak sombong, dan lima suka menolong. Eh tambah satu lagi, agak tengil! Tapi dia anaknya taat beribadah loh! Wuih. Satria masih tertidur lelap sore ini, padahal hari sudah hampir malam. Berbagai cara telah ditempuh Bu Ratna -Ibu Satria- untuk membangunkan putranya. Mulai dari dibisikkin, diomongin, diteriakin, tetap tak bergerak. Digoyang-goyang tubuhnya, ditepuk-tepuk pipinya hingga dijewer telinganya tetap tak mau bangun. Dipencet hidungnya, Satria malah bernapas dengan mulutnya. Ditutup hidung dan mulutnya, eh Satria malah bernapas dengan ‘Yang Lainnya!’.
Dasar! Ditarik selimutnya oleh Bu Ratna, direndam di dalam bak air… Satria tetap merem, meluk guling tanpa selimut, sambil senyum-senyum imut. Dengan berat hati dan rasa kecewa, Bu Ratna melangkah menuju ke perempatan kampung di mana terdapat warung sate ayam unyu-unyu. Dia pesan 20 tusuk. Sampai di rumah ditaruh dalam piring, beserta sendoknya. Lalu didekatkan ke hidung Satria. Aromanya yang khas memenuhi seisi ruangan kamar Satria, ruang hati, ruang rindu, hingga ruang mimpi yang dia rasakan saat ini. Satria langsung bangun, dan melonjak kegirangan, di saat dia mengetahui ada tumpukan sate ayam yang menggoda di depan batang hidungnya. Merdeka!! Teriaknya sambil mengepalkan kedua tangannya ke udara. Bu Ratna meraih telinganya dan menjewernya, syuuutt! “Mandi dulu sana! Makannya nanti saja habis mandi!” Assshh!

Satria dan Hasan sedang berada di tengah-tengah pengunjung pasar malam di alun-alun kota. Berbagai macam permainan telah mereka nikmati, seperti kuda berputar, kereta api, ombak laut, dan lain-lain. Serta pertunjukan sulap, tari barong, atraksi motor serta lainnya. Kini mereka ada di luar permainan rumah hantu. Di dalam rumah hantu tersebut terdapat hantu-hantu jadi-jadian yang diperankan oleh pihak penyelenggara. “Satria, kita tunggu aja sampai ada cewek masuk, terus kita juga masuk. Mereka pasti ketakutan kalau melihat hantu, nah mereka pasti akan menjerit dan memeluk kita untuk minta dilindungi. Hitung-hitung menolong orang!” Kata Hasan pada Satria. “Ah, gak usahlah! Kita langsung masuk aja! Yuk!” Kata Satria sambil membetulkan tali sepatunya yang lepas ikatannya. “Sebentar! Nunggu ada cewek!” paksa Hasan sambil menengok ke kanan dan ke kiri.
Ada dua anak cewek dari SMA Pelangi hendak memasuki pintu rumah hantu, Hasan perlahan-lahan mengikutinya dari belakang. Jarak mereka sangat dekat. Di dalam cahayanya gelap, hanya terlihat remang-remang saja. Nampak di depan mereka hantu jadi-jadian berwujud mummy dan kuntilanak. Dua cewek itu tidak takut, malah Hasan dan Satria yang gemetaran sambil bergandengan tangan sangat erat. Takut terlepas. Dari belakang ada hantu pocong yang melompat-lompat dan suster ngesot mendekati mereka, sambil bersuara hooaaaaa hihihihi…!! Kedua remaja itu melompat kaget dan memeluk dua cewek di depannya. Plak! Plak! Suara pipi yang tersentuh sesuatu terdengar keras dari dalam rumah hantu itu. Plak! Plak! Tidak beberapa lama kemudian terdengar lagi. Plak! Plak! Bahkan semakin sering. Dan akhirnya empat remaja itu sanggup meloloskan diri dari permainan rumah hantu. Dua cewek itu pergi menjauh, meninggalkan Hasan dan Satria yang mengelus-elus pipinya. Terasa panas dan seakan membesar serta berwarna merah jambu abu-abu. (Kamu mau? Sini!)

Siang hari ini tiga cowok dari geng trio bebek sedang berkumpul di sebuah tempat pemandian, namanya ‘Atlanta’. Ketiga cowok itu adalah Edo, Hasan, dan Satria. Mereka bertiga lagi ingin berenang di kolam renang. Edo terkenal pandai berenang gaya bebas tapi sopan. Hasan terkenal pandai berenang gaya kupu-kupu malam. Sedangkan Satria terkenal pandai berenang gaya ‘Batu’. Jatuh ke air, plung! Udah pasti diam beneran kayak batu. Mereka bertiga berbaris rapi di tepi kolam, gaya mereka mirip perenang-perenang ulung peserta Olimpiade. Bahkan sesekali mereka melambai-lambaikan tangan pada penonton yang kebetulan saja sedang ramai. Mereka ancang-ancang, satu dua tiga… Byurr!! Mereka melompat ke dalam kolam yang airnya berwarna biru segar. Edo berenang ke sana ke mari, Hasan berputar-putar mengelilingi kolam, tapi Satria tidak nampak di permukaan. Edo dan Hasan naik ke lantai, beberapa remaja cewek yang kebetulan di situ langsung menceburkan diri dan menolong Satria dari dasar kolam. Mereka mengangkat Satria ke permukaan dan menaruhnya di tepi kolam. Mata Satria terpejam.
“Edo! Berikan Satria napas buatan.. Buruan!!” paksa Hasan pada sahabatnya itu.
“Gak! Memangnya aku L*BT apa? Kamu aja buruan! Kasihan Satria!” jawab Edo berapi-api.
“Aku belum gosok gigi!” kata Hasan setengah berbisik sambil malu-malu puss. Ada seorang cewek remaja yang cantik menghampiri, karena kasihan dan keadaan terlihat darurat… Dia mendekatkan wajahnya pada wajah Satria. Dan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar