Sabtu, 19 November 2016

Gerhana Matahari Total

Sekitar satu minggu lagi akan terjadi gerhana matahari total, dan banyak provinsi di indonesia menjadi lintasan gerhana matahari termasuk provinsi sumsel di kota palembang tak jauh dari kediaman rumah Hendra dan Hani adalah titik untuk menyaksikan gerhana matahari total tersebut. Tentu hal itu sangat disambut gembira oleh Hendra, mengingat Hani sedang mengandung anak pertamanya. Hendra dan Hani baru satu tahun yang lalu menikah, tepatnya di bulan maret, dan pada bulan bulan juni lalu tepatnya tanggal 27, Hani dinyatakan positif hamil dan usia kandungannya sudah 2 minggu, tentunya keluarga kecil itu sangat bahagia mendengar kabar itu.
Dan Hendra memberi hadiah luar biasa untuk kehamilan istri tercintanya itu, sebuah rumah sederhana yang telah dimilikinya sejak satu bulan lalu. Meski tidaklah besar tapi Hani sangat senang mereka tidak lagi menyulitkan orangtua Hendra, dan orangtua Hendra pun setuju dengan keputusan Hendra untuk tinggal dan hidup mandiri. Tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh dari rumah orangtua Hendra. Namun tidak membuat perasaan ibu Hendra tenang, perasaan khawatir orangtua Hendra akan kehidupan baru mereka terus hadir di benaknya.
“Pa? Apa tidak sebaiknya kita pinta saja kepada Hendra untuk tinggal di rumah kita?” kata Bu Yuni kepada suaminya.
“Tidak Bu, Bapak yakin mereka bisa hidup mandiri, Ibu kan tahu bagaimana keras kepalanya Hendra, dia akan tetap pada keputusannya walau kita coba menghalaunya?” jelas Pak Hadi. “Iya Pa? Tapi ibu khawatir, Hani kan lagi hamil, Ibu takut terjadi sesuatu pada kandungannya?” ucap Bu Yuni khawatir.
“Sudahlah Bu? Hilangkan kekhawatiranmu itu, tidak akan terjadi apa-apa pada anak-anak kita, percayalah, mereka sudah dewasa,” kata Pak Hadi coba menenangkan hati istrinya yang dilanda kekhawatiran atas kepergian anaknya itu.
“Pa? Akhir pekan ini kita ke rumah Hendra ya? Ibu kangen pada mereka,” pinta Bu Yuni.
“Iya Bu, kita akan kesana minggu ini,” dengan senang hati Pak Hadi menuruti permintaan istrinya.
Keluarga Pak Hadi dan Bu Yuni hanya memiliki satu orang putra tunggal, maka dari itu Bu Yuni sangat begitu merasa kesepian saat Pak Hadi pergi ke kantor dan Bu Yuni hanya tinggal dengan seorang pembantu di rumahnya, Hendra adalah putra pewaris harta kekayaan Pak Hadi yang begitu berlimpah, namun keinginan Hendra untuk hidup mandiri sangatlah kuat. Kekhawatiran Bu Yuni terhadap anak dan menantunya disambut tenang oleh Hendra, sudah satu minggu mereka hidup mandiri namun tidak ada kendala apa pun terhadap mereka.
“Kami baik-baik saja Bu, dokter bilang kandungan Hani sangat sehat, iya kan sayang?” tanya Hendra pada istrinya.
“Iya Bu, Mas Hendra benar,” jawab Hani penuh keraguan. “Syukurlah kalau begitu Hen, Ibu senang mendengarnya,” Hendra hanya tersenyum manis.
“Bagaimana kabar Ibu dan Ayah di sana? Baik-baik saja kan?” tanya Hani.
“Justru kami sangat mengkhawatirkan keadaan kalian, apalagi Ibumu Hen, siang malam terus menanyakan keadaan kalian pada Bapak,” sambut Pak Hadi, wanita hampir tua itu merasa malu akan perkataan suaminya. Kini perasaan Bu Yuni sudah sangat lega, karena kedua anaknya dalam keadaan baik-baik saja, hari sudah sore Pak Hadi dan Bu Yuni berpamit pulang.

Hani menikah di usia yang sangat muda, Hani tidak memiliki pengalaman apa-apa dalam mengurus suami, jika dia bercerai dari Hendra dan menikah lagi dengan laki-laki lain, mungkin di situlah dia sudah memiliki pengalaman mengurus suami, tapi Hendra tidak menanyakan hal itu saat melamar Hani, jadi wajar kalau Hendra mendapat pelayanan seadanya di usia Hani yang baru beranjak 18,6 fm, tapi Hani bukan lagi cabe-cabean, dia sudah begitu dewasa. Apalagi dengan kehamilannya, wanita akan lebih cepat tingkat kedewasaannya daripada laki-laki setelah ia menikah, bahkan usia Hendra yang memasuki umur 23. Tampak lebih dewasa Hani ketimbang suaminya Hendra.
Hendra sangat menginginkan seorang anak laki-laki sementara Hani menginginkan anak perempuan, akhir mereka sepakat untuk melahirkan setengah laki laki dan setengah perempuan, guraunya. Kandungan Hani sudah menuju bulan kedelapan, dan saat itu berita tentang adanya fenomena alam, yaitu gerhana matahari total lagi gempar-gemparnya, dan kabar baiknya salah satu wilayah indonesia yang akan menjadi titik kegelapan gerhana matahari total adalah provinsi sumsel dan tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya.
Waktu kecil Hendra sangat suka dengan sinetron yang menceritakan tentang seorang anak yang memiliki kekuatan super yaitu gerhana, Hendra menginginkan anaknya lahir nanti pada saat terjadinya gerhana matahari total, hal itu dikatakannya pada Hani, dan mereka akan memberi nama pada anak mereka yaitu gerhana jika anaknya laki-laki dan gerhani jika anaknya perempuan dan gerhanu jika yang lahir adalah anak anu. Guraunya. Dokter mengatakan bahwa bulan maret adalah bulan kelahiran anak mereka, namun tak bisa dipastikan kapan dan jam berapa kelahirannya, gerhana matahari akan terjadi tiga hari lagi namun apa yang diinginkan sepertinya tidak akan jadi kenyataan, Hani merasakan mules yang tak biasa.
“Mas sepertinya sudah waktunya anak kita untuk lahir,” kata Hani sambil merintis kesakitan.
“Oh, tidak bisa. Ini belum waktunya sayang. Masih tiga hari lagi gerhananya, nanti anak kita namanya bukan gerhana, tapi namanya sebelum gerhana, aku gak mau itu terjadi,” gurau Hendra, sementara istrinya sudah merintis kesakitan.
“Sudahlah kamu jangan bercanda begitu,” lanjutnya.
“Tidak Mas aku tidak bercanda, ini sudah waktunya Mas, aduh…Aduh…Adu..duh,” rintis Hani kesakitan.
“Mengapa…. Mengapa hatiku berdebar-debar,” sambut Hendra.
“Mas! Apa-apan sih kamu, malah nyanyi,”
“Ya kamu yang duluan nyanyi kan,” jawab Hendra.
“Aku kesakitan Mas bukan nyanyi,.. Aduh,.. Aduh.. Adu.. Du.. Du.. du.. Du.. Du… Hooooo,”
Hendra langsung membawa Hani ke rumah sakit, untuk proses kelahiran anak pertamanya, sepertinya impiannya tak sempurna, dan dalam pikirannya nama anaknya bukan lagi gerhana, tapi sebelum gerhana. Jelas itu membuatnya kecewa. Dengan tergesanya Hendra membawa Hani ke rumah sakit, dokter pun dengan cepat bertindak sebelum hal yang tak diinginkan terjadi, Hendra menunggu di luar, sementara Hani merintis kesakitan di dalam ruangan persalinan. Tak lama dokter ke luar.
“Maaf Pak,” kata dokter dengan nada dan wajah lesu.
“Tidak dok, tidak mungkin ini bisa terjadi, oh Ani maafkan aku, ini salahku! Aku tak cepat membawamu ke rumah sakit, oh sungguh teganya diriku teganya, teganya, teganya hooo pada dirimu,” Dokter terbengong bodoh dengan ulah Hendra. “Mas!” teriak Hani dari dalam ruangan. Spontan gila Hendra terhenti.
“Ani!”
“Iya Pak, Bu Hani tidak apa-apa dan ini belum waktunya untuk melahirkan, Bu Hani hanya mengalami mules biasa,” jelas dokter muda nan cantik itu.
“Yes! Masih ada harapa sayang!” teriak Hendra dari luar yang terdengar jelas di telinga Hani. Apalagi di telinga dokter itu.
“Boleh saya membawanya pulang dok?” pinta Hendra.
“Oh silahkan saja Pak,” jawab dokter cantik itu.
Perasaan Hendra sangat senang, berarti tanggal 9 maret adalah waktu yang tepat, gumamnya dalam hati. Hendra membawa Hani pulang ke rumah, di jalan Hendra tak habisnya berdebat dengan Hani. “Kan sudah aku bilang belum waktunya, kamu gak percaya,”
“Aku kan gak tahu! Yang aku tahu, aku merasakan sakit yang hebat, aku kan gak pernah hamil sebelumnya, ini kehamilan pertamaku, jadi aku gak tahu tanda-tanda ingin melahirkan, kalau kamu ada di posisi aku saat itu, mungkin kamu juga akan melakukan hal yang demikian,” protes Hani dengan tegas, Hendra hanya terdiam kaku, sambil menyetir mobilnya. “Maafkan aku sayang. Nanti ku coba hamil deh demi kamu,” kata Hendra, Hani hanya terbodoh.
Dulu Hendra tak segila ini, apa yang membuat Hendra menjadi seperti orang gila? Apa karena akan terjadi gerhana? Dan jangan-jangan ternyata benar anak yang akan ku lahirkan adalah anak super, yaitu super gila.
“Oh.. tidaaakkk!”
“Han.. Han Hani!” teriak Hendra membangunkan Hani dari mimpi buruknya.
“Hah..Hah..Hah,” desah Hani ketakutan.
“Kamu kenapa sayang? Kamu mimpi apa?”
“Tidak apa-apa Mas,” jawab Hani simple.
“Ya sudah tidur lagi ya, ini masih jam 1 pagi, besok kan akan terjadi gerhana. Jadi kita harus bangun pagi-pagi sekali,”
Hendara melanjutkan tidurnya, Hani terus membayangkan anak yang akan dilahirkannya nanti. Kantuknya hilang seketika, sampai jam di dinding kamarnya menunjukkan jarum pendek di angka 2 dan jarum panjang di angka 5. Hani menunggu kantuknya sampai ia ketiduran. Hendra terbangun di pagi buta, dan benar ketika Hendra terbangun ia menabrak dinding, lemari, dan juga pintu kamar, sangking butanya pagi itu. Sementara Hani masih tertidur lelap, Hendra coba membangunkannya, Hani yang begitu mengantuk tak menghiraukan Hendra, rasa kantuknya begitu dalam, sampai Hendra mengambil segelas air dan menyapu wajah Hani dengan air itu hingga Hani terbangun.
“Sayang.. Ayo bangun, ini sudah pagi,”
“Emang ini jam berapa sih Mas?” tanya Hani sambil mengusap-usap matanya.
“Ini sudah jam 5 pagi sayang, hari ini kamu kan harus melakukan persalinan,” spontan Hani terbangun, dan matanya terbuka dengan lebarnya.
“Apa! Tapi aku tidak merasakan apa-apa Mas,” jawab Hani.
“Iya kan persalinannya nanti jam 7:20,” jawab Hendra.
Hani bangun dari tempat tidurnya, dan mempersiapkan semuanya, Hendra pun mengemas barang-barang Hani dan memasukkannya ke dalam mobil, tepat jam 7 Hani belum juga merasakan sakit, Hendra memutuskan untuk pergi bersama Hani ke titik gerhana matahari total yakni di jembatan ampera.
“Mas… Bagai mana kalau anak ini tidak lahir pada saat gerhana matahari?” tanya Hani yang duduk di samping pak sopir yang sedang bekerja, mengendrai mobil supaya baik jalannya. Ngang..Nging..Ngang..Nging..Ngang..Nging ngeeeeeng suara mobil Hendra.
“Oh tidak bisa.. Nanti anak kita namanya jadi sesudah gerhana, aku maunya nama anak kita gerhana,”
“Nama panjanganya apa Mas?” Tanya Hani.
“Ya.. Gerhana matahari total lah,” jawab Hendra.
“Jangan Mas, nanti teman-temannya manggil dia dengan sebutan gmt,”
“Ya sudah, namanya gerhana aja,” ujar Hendra.
“Tapi aku belum merasakan tanda-tandanya Mas?
“Kita harus tetap mengeluarkannya meski tak ada tandanya,” keras Hendra.
“Terserah kamu lah Mas,”
Hendra membawa Hani ke jembatan ampera, di sana sudah banyak sekali turis dari berbagai negara yang ingin menyaksikan gerhana matahari tersebut, sesampainya di sana Hani merasa mules, tapi tak semules kemaren. Hani hanya mengira ia perlu ke kamar mandi, tapi sampai di kamar mandi Hani merasa aneh dengan perutnya, ia langsung memanggil Hendra dan mengatakan bahwa ia akan melahirkan, Hendra bukan segera membawanya ke rumah sakit tapi membawa Hani ke jembatan ampera tepat di bawah gerhana.
“Kenapa ke sini Mas?”
“Iya Han disini aja ngelahirinnya, pas di bawah gerhana,” kata Hendra.
“Gila kamu Mas, mana mungkin di sini, ini ramai sekali,”
“Dokter juga sangat senang jika melahirkan di sini, dokternya kan juga ingin melihat gerhana,” gumam Hendra.
“Ah tidak Mas, kita harus ke rumah sakit, aku sebentar lagi melahirkan dan sebentar lagi gerhana matahari total, kita harus cepat Mas,”
Hendra langsung membawa Hani ke rumah sakit terdekat, namun naasnya, dokter di rumah sakit semuanya berada di jembatan ampera, Hani hanya bisa merintis kesakitan di depan rumah sakit, sementara Hendra meninggalkannya bersama seorang suster. Hendra menyusul dokter di jembatan ampera, saat sampai di sana detik-detik gerhana mata hari total telah tiba, dan ia menemukan seorang dokter. Tapi tak mau dibawa pergi, karena asyik melihat gerhana matahari total, setelah gerhana itu usai baru dokter itu mau menuju rumah sakit. Hendra begitu kecewa, karena anaknya lahir tidak tepat pada gerhana matahari total, wajahnya lesu, usahanya sia-sia. Sampai di rumah sakit, istrinya tak ada lagi di depan rumah sakit itu, melainkan telah dibawa ke ruang persalinan.
“Maaf Pak Hendra, anak anda berhasil lahir pada saat kegelapan gerhana matahari total dan anak bapak laki-laki Pak, namun istri anda mengalami pendarahan berat, dan sekarang sedang koma, hanya Tuhan yang mampu menyelamatkannya, maafkan kami Pak, kami sudah berusaha sekuat mungkin,” jelas suster muda itu saat ke luar dari ruangan persalinan. “Di mana anak dan istri saya dok, boleh saya melihatnya,” pinta Hendra yang tak bisa membendung air matanya.
“Silahkan Pak,” Hendra langsung masuk dengan tergesa, dan mengangkat seorang putra gerhana.
“Han? Lihat anak kita Han, dia sudah lahir Han, bangun Han?” Hani terbujur tak berdaya, wajahnya pucat, Hendra hanya bisa menangis sendu, air matanya terus menetes, anak yang ada di pelukannya terus menangis.
“Hani? Sayang? Jangan tinggalkan aku? Kita akan mengurus anak ini bersama-sama iya kan sayang?” Hani tak juga menjawab, Hendra meletakkan anaknya itu di samping Hani, Hendra memeluk Hani penuh dengan kasih sayang dan penyesalan. Hendra menggenggam erat tangan Hani yang begitu dingin. Tiba-tiba anak itu menangis begitu kencang, kira-kira 350 km/jamnya. Dan ibunya tersentak sadar dan melewati komanya seketika, tangan Hani bergerak-gerak lemas, Hendra begitu senang melihatnya.
“Han? Kamu sadar sayang, terima kasih ya Allah, ternyata itu bukan hanya cerita sinetron tapi benar terjadi pada anak kita Han, Gerhana,” ujar Hendra.
“Mas? Mas Hendra?” panggil Hani yang masih dalam keadaan lemah.
“Iya Han… Lihat anak kita Han, anak kita laki-laki, dia mirip sekali sama aku,”
“Kalau dia mirip dengan kamu, berarti anak kita pesek dong,” kata Hani.
“Oh kalau hidungnya mirip dengan kamu kok,”
“Syukurlah Mas,”
Besoknya Hani sudah diperbolehkan pulang, dan Hendra sudah mempersiapkan kepulangan Hani dengan menghias rumahnya. Orangtua mereka semua sengaja menyambutnya di rumah agar lebih surprise, kepulangan Hani dan anaknya membuat warna baru di kehidupan mereka, membuat keharmonisan rumah tangganya, dan Hendra berencana akan membuat adik gerhana di gerhana matahari total selanjutnya. Di tahun 2023 dengan target perempuan agar lengkap Gerhana dan Gerhani, tapi tidak untuk Gerhanu.
Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar